Internationalmedia.co.id – News melaporkan ketegangan antara Israel dan Hizbullah kembali memanas. Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, melontarkan ancaman keras terhadap kelompok Hizbullah di Lebanon, menuduh mereka tak memenuhi kesepakatan gencatan senjata yang telah disepakati. Ancaman ini muncul setelah kunjungan Katz ke komando militer di wilayah utara Israel, menyusul tuduhan serupa dari pihak Hizbullah.
Katz menyatakan Hizbullah belum sepenuhnya menarik pasukannya dari selatan Sungai Litani, sebuah syarat penting dalam perjanjian gencatan senjata. Ia menegaskan, "Jika persyaratan ini tidak dipenuhi, tidak akan ada kesepakatan dan Israel akan dipaksa untuk bertindak sendiri guna memastikan keamanan warga di wilayah utara." Selain itu, Katz juga menuding Hizbullah belum membongkar seluruh persenjataan dan infrastruktur militernya di wilayah tersebut, seperti yang tertuang dalam kesepakatan. "Kami tidak akan membiarkan terciptanya ancaman baru bagi masyarakat utara dan warga negara Israel," tegas Katz.

Namun, tudingan Israel dibalas oleh kepala Hizbullah, Naim Qassem. Qassem balik menuduh Israel melanggar gencatan senjata dan menyatakan kesiapan Hizbullah untuk merespon, bahkan sebelum batas waktu 60 hari penarikan pasukan Israel berakhir. "Kami telah memberikan kesempatan untuk mencegah pelanggaran Israel dan untuk melaksanakan perjanjian, dan kami akan bersabar," ujar Qassem.
Gencatan senjata yang rapuh, yang mulai berlaku pada 27 November setelah dua bulan perang besar-besaran, terus diwarnai saling tuduh pelanggaran dari kedua belah pihak. Berdasarkan kesepakatan, tentara Lebanon akan dikerahkan bersama pasukan penjaga perdamaian PBB di selatan, sementara Israel menarik diri dalam 60 hari. Hizbullah juga diwajibkan menarik pasukannya ke utara Sungai Litani dan membongkar infrastruktur militernya. Sebuah komite gabungan yang terdiri dari delegasi Israel, Lebanon, Prancis, AS, dan perwakilan UNIFIL bertugas mengawasi pelaksanaan gencatan senjata. Ironisnya, pasukan penjaga perdamaian PBB sendiri juga telah berulang kali menuduh Israel melanggar kesepakatan. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran akan pecahnya kembali konflik berskala besar di wilayah tersebut.