Internationalmedia.co.id melaporkan, kelompok pemberontak Houthi di Yaman membalas serangan Amerika Serikat (AS) yang menewaskan 80 orang dengan menargetkan dua kapal induk AS. Serangan balasan ini merupakan eskalasi terbaru dalam konflik Yaman yang telah berlangsung lama.
Konflik ini bermula dari pengumuman militer AS tentang pengerahan kembali kapal induk USS Harry S Truman ke Timur Tengah. Pengumuman tersebut menyusul penetapan resmi Washington terhadap Houthi sebagai organisasi teroris asing. USS Harry S Truman sebelumnya telah berlabuh di Teluk Souda setelah operasi di Laut Merah, operasi yang sebagian besar difokuskan untuk melawan serangan Houthi. Ketegangan semakin meningkat setelah Houthi mengklaim telah menembak jatuh drone MQ-9 Reaper AS yang disebut melakukan "misi permusuhan" di langit Yaman. Pihak AS mengakui kehilangan kontak dengan drone tersebut, namun menyatakan sedang melakukan investigasi. Drone tersebut diketahui tengah mendukung Operasi Poseidon Archer, operasi militer AS yang bertujuan untuk menargetkan Houthi.

Serangan AS terhadap pelabuhan bahan bakar Ras Issa di Yaman, yang menewaskan 80 orang dan melukai 150 lainnya, menjadi pemicu utama serangan balasan Houthi. Militer AS mengklaim serangan tersebut bertujuan untuk memutus pasokan dan pendanaan bagi Houthi. Namun, angka korban jiwa yang tinggi memicu kecaman internasional. Iran dan Hamas, sekutu Houthi, mengecam keras serangan AS tersebut sebagai tindakan biadab dan pelanggaran kedaulatan Yaman.
Sebagai respons, juru bicara militer Houthi, Yahya Saree, mengumumkan serangan terhadap dua kapal induk AS dan sebuah lokasi militer di dekat bandara utama Israel. Saree menyatakan bahwa peningkatan kekuatan militer AS dan agresi berkelanjutan terhadap Yaman akan terus memicu serangan balasan. Sampai saat ini, belum ada konfirmasi resmi dari pihak AS maupun Israel mengenai serangan yang diklaim Houthi. Situasi di Yaman tetap tegang dan berpotensi memicu eskalasi lebih lanjut.