Internationalmedia.co.id melaporkan pernyataan mengejutkan dari mantan Presiden AS Donald Trump terkait situasi kemanusiaan di Jalur Gaza. Dalam kunjungan kenegaraannya ke Timur Tengah, Trump menyatakan keprihatinan atas krisis kelaparan yang melanda wilayah tersebut. Pernyataan ini disampaikan di Abu Dhabi, UEA, Jumat (16/5), di tengah memburuknya situasi pasca runtuhnya gencatan senjata dan blokade bantuan kemanusiaan oleh Israel.
"Kami sedang memantau Gaza, dan kami akan menangani masalah ini. Banyak orang kelaparan," ujar Trump kepada awak media. Pernyataan singkat namun berbobot ini muncul saat badan-badan bantuan internasional memperingatkan kekurangan pangan kritis di Gaza akibat blokade yang diberlakukan Israel sejak 2 Maret lalu. Israel berdalih blokade tersebut sebagai upaya memaksa Hamas untuk memberikan konsesi, terkait puluhan warga Israel yang ditahan kelompok tersebut.

Namun, Hamas bersikeras bahwa pemulihan aliran bantuan kemanusiaan adalah syarat minimum untuk negosiasi. Mereka juga menegaskan bahwa Gaza bukanlah komoditas yang bisa diperjualbelikan, menanggapi usulan Trump sebelumnya untuk menjadikan Gaza sebagai "zona kebebasan" di bawah kendali AS.
Situasi di Gaza semakin mencekam. Dimulainya kembali operasi militer Israel pada 18 Maret lalu semakin memperparah krisis kemanusiaan. Pasokan makanan, air bersih, bahan bakar, dan obat-obatan telah mencapai titik terendah. Bahkan, rumah sakit terakhir yang menyediakan perawatan kanker dan jantung telah berhenti beroperasi akibat serangan Israel. Pelapor khusus PBB untuk wilayah Palestina, Francesca Albanese, bahkan menuduh Israel melakukan tindakan yang "membunuh sisa-sisa kemanusiaan".
PBB memperkirakan sekitar 70 persen wilayah Gaza kini dinyatakan sebagai zona terlarang atau berada di bawah perintah evakuasi. Data Kementerian Kesehatan Gaza mencatat lebih dari 53.000 korban jiwa akibat serangan Israel sejak Oktober 2023, dengan sekitar 2.876 korban tewas sejak dimulainya kembali operasi militer pada pertengahan Maret. Pernyataan Trump ini pun menimbulkan pertanyaan besar, bagaimana AS akan menangani krisis kemanusiaan yang begitu kompleks di Gaza.