Internationalmedia.co.id melaporkan pernyataan mengejutkan dari Rusia terkait tuntutan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, agar Presiden Vladimir Putin hadir langsung dalam perundingan damai di Turki. Pernyataan Zelensky tersebut dinilai pihak Rusia sebagai sesuatu yang "menyedihkan".
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, dalam pidato yang disiarkan televisi pemerintah, mengatakan, "Awalnya Zelensky menyampaikan semacam pernyataan yang menuntut Putin datang secara langsung. Sungguh, orang yang menyedihkan." Pernyataan Lavrov ini disampaikan di hadapan para diplomat di Moskow. Perundingan di Turki sendiri merupakan yang pertama kalinya dilakukan secara langsung antara Moskow dan Kyiv dalam tiga tahun perang. Usulan perundingan langsung tanpa prasyarat sebelumnya diajukan Putin sebagai tanggapan atas ultimatum gencatan senjata 30 hari dari Ukraina dan sekutunya di Eropa.

Zelensky sendiri menyatakan kesiapannya datang ke Turki dan menunggu kehadiran Putin. Namun, Kremlin pada Rabu malam mengumumkan daftar delegasi yang akan hadir, tanpa nama Putin di dalamnya. Delegasi Rusia terdiri dari penasihat kepresidenan, Vladimir Medinsky, dan Wakil Menteri Pertahanan, Alexander Fomin.
Reaksi keras pun muncul setelah Zelensky menyebut delegasi Rusia sebagai "orang dungu", mengatakan, "Kita perlu memahami tingkat delegasi Rusia dan apa mandat mereka, jika mereka mampu membuat keputusan sendiri. Dari apa yang kita lihat, delegasi itu lebih terlihat seperti orang dungu." Ia menambahkan bahwa Ukraina akan mempertimbangkan langkah selanjutnya setelah berdiskusi dengan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, langsung memberikan komentar pedas. Ia menyebut Zelensky sebagai "badut" dan "pecundang". "Siapa yang menggunakan kata ‘dungu’? Seorang badut? Seorang pencundang? Seseorang yang tidak memiliki pendidikan sama sekali," sindir Zakharova.
Amerika Serikat, yang berupaya mengakhiri perang, menginginkan gencatan senjata 30 hari antara kedua negara. Zelensky mendukung usulan tersebut, sementara Putin lebih menginginkan perundingan untuk membahas rincian gencatan senjata. Situasi ini semakin memanaskan tensi antara Rusia dan Ukraina, mengingat perbedaan pandangan yang cukup signifikan terkait proses perdamaian.