Internationalmedia.co.id memberitakan, Korea Selatan (Korsel) akan segera menggelar pemilihan umum (Pemilu) presiden setelah Mahkamah Konstitusi (MK) Korsel memutuskan untuk memakzulkan Presiden Yoon Suk Yeol. Keputusan bulat MK ini menguatkan pemakzulan yang sebelumnya disetujui parlemen. Yoon dinilai telah merusak tatanan konstitusi karena menerapkan darurat militer kontroversial pada Desember 2024. Putusan yang dibacakan Jumat (4/4/2025) ini diambil di tengah situasi Korsel yang memanas, dengan demonstrasi besar-besaran di berbagai wilayah. Para hakim MK bahkan mendapat perlindungan ekstra selama persidangan.
MK menilai tindakan Yoon melanggar prinsip supremasi hukum dan pemerintahan demokratis, serta mengancam stabilitas negara. Pemilu presiden baru harus digelar dalam waktu 60 hari, tepatnya pada 3 Juni 2025. Meskipun Undang-Undang Pemilihan Pejabat Publik menetapkan hari Rabu sebagai hari pemilihan, aturan ini hanya berlaku untuk presiden yang menyelesaikan masa jabatan penuh. Komisi Pemilihan Umum Nasional telah mengkonfirmasi hal ini, merujuk pada Pemilu 2017 yang digelar pada hari Selasa. Calon presiden harus mengundurkan diri 90 hari sebelum pemilihan, kecuali dalam kasus penggantian mendadak seperti ini, di mana batas waktu menjadi 30 hari. Sejumlah pejabat Korsel pun telah mengundurkan diri, termasuk Presiden sementara, Han Duck Soo.

Han Duck Soo, mantan Perdana Menteri yang juga pernah menjabat Duta Besar Korsel untuk Amerika Serikat, secara resmi mengumumkan pencalonannya sebagai presiden. Dalam konferensi pers Jumat (2/5/2025), ia menyatakan keputusan ini diambil setelah pertimbangan panjang, mengingat situasi darurat yang dihadapi Korsel. Han, yang populer di kalangan konservatif, diperkirakan akan bersaing ketat dengan Lee Jae-myung dari Partai Demokrat liberal. Meskipun sempat dimakzulkan dua pekan setelah menjabat sebagai Presiden sementara, pemakzulan tersebut kemudian dibatalkan oleh MK.
Di sisi lain, Lee Jae-myung, mantan pemimpin oposisi dan kandidat terkuat saat ini, menghadapi tantangan hukum yang serius. Mahkamah Agung Korsel membatalkan vonis bebasnya atas kasus pelanggaran hukum pemilu, memerintahkan persidangan ulang. Jika dinyatakan bersalah, Lee terancam larangan mencalonkan diri selama lima tahun dan hukuman penjara atau denda. Persidangan ulang diperkirakan memakan waktu sekitar tiga bulan, sehingga belum tentu selesai sebelum Pemilu 3 Juni. Meskipun demikian, Lee masih memimpin survei popularitas dengan dukungan 38 persen, jauh di atas pesaingnya. Selain kasus ini, Lee juga menghadapi beberapa tuduhan korupsi lainnya. Menarik untuk melihat bagaimana dinamika politik ini akan berdampak pada hasil Pemilu Korsel mendatang.