Kunjungan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ke Jalur Gaza baru-baru ini mengejutkan banyak pihak. Internationalmedia.co.id melaporkan, Netanyahu secara diam-diam mengunjungi bagian utara Gaza pada Selasa (15/4) waktu setempat, di tengah gempuran militer Israel yang terus menerus. Kantor Perdana Menteri Israel mengumumkan kunjungan tersebut, menyatakan Netanyahu bertemu dengan pasukan Israel yang bertugas di wilayah konflik tersebut.
Dalam pertemuan tersebut, Netanyahu menegaskan komitmen Israel untuk melanjutkan operasi militer hingga semua sandera yang ditawan Hamas dibebaskan. Ia menekankan bahwa serangan terhadap Hamas akan terus berlanjut, menyatakan, "Mereka menyerang musuh dan Hamas akan terus merasakan pukulan demi pukulan. Kita bersikeras agar mereka membebaskan para sandera kita, dan kita bersikeras untuk mencapai semua tujuan perang kita."

Serangan militer Israel yang dimulai pada 18 Maret lalu telah menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza, memaksa ratusan ribu warga sipil mengungsi. Pemerintah Israel, termasuk Netanyahu, bersikukuh bahwa hanya tekanan militer yang dapat memaksa Hamas untuk menyerahkan sandera.
Meskipun demikian, Israel baru-baru ini mengajukan proposal gencatan senjata. Proposal yang ditawarkan mencakup gencatan senjata selama 45 hari dengan syarat Hamas membebaskan 10 sandera dalam keadaan hidup. Selain itu, proposal tersebut juga mencakup pembebasan 1.231 tahanan Palestina dan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza yang telah diblokade sejak 2 Maret.
Namun, syarat utama Israel, yaitu penyerahan senjata oleh faksi-faksi Palestina termasuk Hamas, ditolak mentah-mentah oleh Hamas. Tuntutan tersebut dianggap sebagai garis merah yang tidak dapat dinegosiasikan. Kunjungan Netanyahu ke Gaza di tengah situasi yang tegang ini menimbulkan pertanyaan besar tentang strategi selanjutnya Israel dalam konflik yang telah berlangsung selama berbulan-bulan ini. Apakah kunjungan ini menandakan babak baru negosiasi atau hanya sekadar demonstrasi kekuatan? Jawabannya masih menjadi misteri.