Monday, 06 May 2024

Search

Monday, 06 May 2024

Search

Thailand Jadi Tempat Pelarian Warga Rusia dari Wajib Militer

THAILAND (IM)-Sejak Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022, semakin banyak warga Rusia yang memandang Thailand sebagai tempat yang aman. 

Puluhan ribu orang Rusia menghindari kebijakan wajib militer dan kerusakan ekonomi. 

Phuket, sebuah pulau resor populer, banyak orang Rusia membeli kondominium dengan kisaran harga setengah juta dolar. 

Banyak yang menggunakannya untuk mengungsi atau tempat pelarian ketika terjadi gejolak di Rusia.Sejak 1 November 2022 hingga 21 Januari 2023, lebih dari 233 orang Rusia tiba di Phuket. 

Itu mengacu pada data dari Bandara Internasional Phuket yang menjadikan orang Rusia sebagai warga asing terbanyak yang mengunjungi negara itu.

Phuket telah lama menjadi tempat pelarian favorit orang Rusia di musim dingin. Kali ini kedatangan mereka meningkatkan penjualan properti atau sejak Presiden Vladimir Putin pada September memerintahkan mobilisasi masa perang pertama.

“Klien saya kebanyakan anak muda, usia 30-35 dari latar belakang kelas atas,” kata Agen Real Estate di Phuket yang berasal dari Rusia, Sofia Malygaevareal.

Dia mengatakan banyak orang Rusia telah memutuskan untuk berada di Phuket dari tiga hingga enam bulan menjadi satu tahun. 

Untuk tinggal di pulau yang indah ini, para pendatang Rusia membutuhkan rumah, sekolah, pekerjaan, dan visa hingga hak tinggal jangka panjang.

Harga sewa kondominium mewah dari US$1.000 per bulan naik tiga kali lipat. Sementara itu, vila-vila mewah di pasaran seharga US$6.000 atau lebih telah dipesan hingga satu tahun sebelumnya.

Pada 2022, orang Rusia membeli hampir 40% kondominium yang dijual kepada orang asing di Phuket, menurut Pusat Informasi Real Estat Thailand (REIC). 

Pembelian asal Rusia telah bertransaksi dengan total US$25 juta atau di atas pembeli asal Tiongkok yang sebelumnya memuncaki daftar warga negara terbanyak membeli kondominium.Beberapa pembeli kondominium telah menghabiskan lebih dari US$500.000 untuk menyews rumah mewah di tepi laut. “Situasi telah berubah di dalam negeri,” kata Malygaevareal, mengacu pada kondisi ekonomi yang sulit di Rusia.

“Orang-orang yang punya uang datang ke luar negeri dan siap membayar uang untuk sekolah internasional, yang biayanya lebih murah daripada di Moskow,” tambahnya.

Seorang agen perjalanan Rusia di Phuket, yang berbicara tanpa menyebut nama karena sensitivitas masalah ini, mengatakan beberapa orang Rusia telah tiba dengan tiket sekali jalan dan visa turis. 

“Mereka berada di Phuket untuk menghindari wajib militer,” katanya.

Masuknya orang Rusia secara massal juga tercermin di kawasan wisata populer lainnya seperti Koh Samui, pulau terbesar kedua di Thailand, dan resor pesisir timur Pattaya, tempat komunitas Rusia yang cukup besar terkonsentrasi di kota pantai Jomtien selama bertahun-tahun.

“Lebih banyak orang Rusia yang pindah ke Pattaya sejak Oktober. Mereka kebanyakan adalah pasangan muda yang mengkhawatirkan keselamatan mereka,” kata Kepala Pendeta Gereja Ortodoks Rusia Semua Orang Suci di Pattaya Mikhail Ilyin.

Dar, seorang tukang pijat Thailand berusia 40-an, mengatakan dia meninggalkan pekerjaannya di spa kelas atas di Moskow karena rubel jatuh dan gajinya anjlok. 

Dar telah menemukan pekerjaan baru di Jomtien, berkat keterampilan bahasanya dapat digunakan untuk menjadi agen turis dari Rusia. 

“Para wanita mengatakan kepada saya bahwa mereka sangat mengingat suami, pacar mereka dapat tinggal di Thailand. Jadi mereka datang lebih dulu dan mencari rumah dan mencoba membuat visa untuk pasangan mereka,” pungkasnya.

Visa Thailand tidak mudah diperoleh seperti dulu setelah skandal besar terungkap pada November yang melibatkan polisi imigrasi Thailand. Itu terungkap usai mafia Tiongkok membawa ribuan orang ke Thailand melalui modus kerja palsu dan pekerjaan relawan.

Orang Rusia juga harus mengajukan visa kepemilikan properti mahal yang dikenal sebagai Kartu Elite, yang memungkinkan hak tinggal jangka panjang untuk sebuah keluarga dengan biaya sekitar US$25.000. “Tidak semudah yang mereka pikirkan untuk tinggal lama di sini. Beberapa berpikir untuk kembali karena mereka kehabisan pilihan,” kata kata seorang pendeta Thailand IIyin.

Frans C. Gultom

Berita Terbaru

Baca juga:

Follow International Media