Pengumuman mengejutkan datang dari Yordania. Internationalmedia.co.id melaporkan, pemerintah Yordania secara resmi melarang Ikhwanul Muslimin, kelompok oposisi yang selama ini cukup vokal. Langkah tegas ini disertai penyitaan aset dan penutupan kantor-kantor mereka di seluruh negeri. Pengumuman tersebut disampaikan Menteri Dalam Negeri Yordania, Mazen Fraya, pada Rabu (23/4) waktu setempat.
Keputusan ini menyusul penangkapan 16 anggota Ikhwanul Muslimin yang dituduh terlibat rencana sabotase. Menurut otoritas Yordania, para anggota tersebut dilatih dan dibiayai dari Lebanon, merencanakan serangan menggunakan roket dan drone. Bahkan, pemerintah mengaitkan rencana yang digagalkan pada 2024 dengan sel Ikhwanul Muslimin di dalam negeri. Fraya menegaskan, semua aktivitas Ikhwanul Muslimin dilarang, dan siapa pun yang menyebarkan ideologinya akan diproses secara hukum.

Ikhwanul Muslimin, yang telah beroperasi legal di Yordania selama beberapa dekade dan memiliki basis massa yang luas, membantah tuduhan tersebut. Mereka mengakui kemungkinan keterlibatan anggotanya dalam penyelundupan senjata ke warga Palestina di Tepi Barat, namun membantah rencana serangan. Pernyataan ini bertolak belakang dengan pandangan lawan politik mereka yang menganggap Ikhwanul Muslimin sebagai kelompok teroris berbahaya. Meskipun telah menyatakan meninggalkan kekerasan beberapa dekade lalu, Ikhwanul Muslimin tetap menjadi kelompok yang kontroversial di mata banyak pihak.
Menariknya, sayap politik Ikhwanul Muslimin di Yordania, Front Aksi Islam, baru saja menjadi kelompok politik terbesar di parlemen pasca pemilihan umum September lalu. Fraya menyebutkan rencana serangan yang digagalkan menargetkan lokasi-lokasi vital dan keamanan negara, namun ia enggan merinci target tersebut. Penemuan fasilitas pembuatan roket dan drone oleh pasukan keamanan semakin memperkuat tudingan pemerintah. Misteri di balik rencana serangan ini dan dampak larangan terhadap stabilitas politik Yordania masih menjadi pertanyaan besar.