Peru Bergejolak: Gen Z Turun ke Jalan, Presiden Tumbang?
Aksi demonstrasi besar-besaran mengguncang Kota Lima, Peru, selama beberapa hari terakhir. Ratusan demonstran, yang sebagian besar merupakan generasi Z, turun ke jalan menuntut perubahan dan keadilan. Aksi ini dipicu oleh kebijakan pemerintah yang mewajibkan kaum muda untuk berkontribusi pada dana pensiun swasta di tengah ketidakpastian lapangan kerja.

Demonstrasi yang dimulai pada Minggu (21/9) ini, berujung ricuh dengan bentrokan antara massa dan aparat kepolisian. Lemparan batu dan bom molotov dari demonstran dibalas dengan gas air mata dan peluru karet oleh polisi, menyebabkan belasan orang terluka, termasuk seorang jurnalis.
"Saya sangat marah, saya merasa benar-benar disesatkan oleh pemerintahan ini… dan Kongres yang melayani partai-partai politik," ujar Xiomi Aguiler (28), seorang demonstran yang geram dengan kondisi politik di negaranya.
Gelombang protes ini semakin memanas seiring dengan meningkatnya kasus pemerasan dan pembunuhan oleh kelompok kejahatan terorganisir di Peru dalam enam bulan terakhir.
Puncak dari aksi demonstrasi ini adalah pemakzulan Presiden Dina Boluarte dalam sidang darurat yang digelar pada Kamis (9/10) malam waktu setempat. Boluarte, yang dikenal sebagai salah satu pemimpin paling tidak populer di dunia dengan tingkat penerimaan publik yang sangat rendah, dituduh melakukan pengayaan diri secara ilegal dan bertanggung jawab atas penindakan mematikan terhadap demonstran.
Mayoritas anggota parlemen, yaitu 118 dari 122, mendukung pemakzulan Boluarte. Dengan keputusan ini, Boluarte resmi dicopot dari jabatannya.
Setelah pemakzulan Boluarte, pemimpin Kongres Peru, Jose Jeri, dilantik menjadi presiden baru. Jeri, yang berusia 38 tahun, mengisyaratkan akan mengambil pendekatan tegas terhadap meningkatnya ketidakamanan dan berjanji untuk mendeklarasikan "perang terhadap kejahatan". Internationalmedia.co.id melaporkan bahwa Jeri menjadi Presiden ke-7 Peru sejak tahun 2016.

