Internationalmedia.co.id melaporkan sebuah perkembangan mengejutkan dari konflik Yaman. Amerika Serikat dan kelompok Houthi, yang didukung Iran, dikabarkan telah mencapai kesepakatan gencatan senjata. Kesepakatan ini, yang diumumkan oleh Menteri Luar Negeri Oman, Badr Albusaidi, menjamin kebebasan navigasi di Laut Merah, jalur pelayaran vital yang selama berbulan-bulan telah menjadi sasaran serangan Houthi.
Albusaidi menyatakan bahwa setelah serangkaian diskusi dan kontak intensif yang bertujuan de-eskalasi, tercapai kesepakatan gencatan senjata antara kedua pihak yang bertikai. Tidak ada pihak yang akan menyerang pihak lain, menjamin kelancaran arus pengiriman komersial internasional di Laut Merah.

Presiden AS, Donald Trump, menyatakan bahwa Houthi telah menyerah setelah serangan AS selama tujuh minggu. Angka-angka yang dirilis AFP menunjukkan bahwa serangan tersebut menewaskan sekitar 300 orang. Namun, pernyataan Trump ini dibantah oleh pihak Houthi. Juru bicara Houthi, Mohammed Abdelsalam, menegaskan bahwa setiap tindakan agresif AS akan mendapat balasan. Ia menambahkan bahwa jaminan nyata bagi kesepakatan ini adalah pengalaman pahit yang dialami AS di Yaman.
Sementara itu, pemimpin politik Houthi, Mahdi al-Mashar, tidak memberikan komentar langsung mengenai gencatan senjata. Ia hanya berjanji akan memberikan respons "menyakitkan" terhadap serangan Israel baru-baru ini. Serangan tersebut, menurut Mashar, akan berlanjut dan melampaui batas kemampuan pertahanan Israel. Houthi sendiri telah melancarkan serangan rudal dan drone ke Israel dan kapal-kapal di Laut Merah sebagai bentuk solidaritas dengan Palestina sejak akhir 2023.
Trump menambahkan bahwa Houthi telah menyatakan tidak ingin berperang lagi, dan AS akan menghormati itu dengan menghentikan pengeboman. Pernyataan ini muncul beberapa jam setelah serangan udara Israel melumpuhkan bandara internasional Sanaa yang dikuasai Houthi, menewaskan tiga orang. Departemen Pertahanan AS sebelumnya melaporkan bahwa serangan AS telah menargetkan lebih dari 1.000 lokasi di Yaman sejak pertengahan Maret. Kesepakatan gencatan senjata ini tentu saja menimbulkan banyak pertanyaan dan menunggu konfirmasi lebih lanjut dari semua pihak yang terlibat.