Gebrakan mengejutkan datang dari Elon Musk. Internationalmedia.co.id melaporkan, orang terkaya di dunia ini meluncurkan partai politik baru di Amerika Serikat sebagai bentuk perlawanan terhadap apa yang disebutnya sebagai ‘sistem satu partai’. Langkah ini sekaligus menjadi babak baru perseteruannya dengan Presiden AS, Donald Trump.
Sebelumnya, Musk merupakan penyumbang dana kampanye terbesar Trump pada Pilpres AS 2024. Namun, hubungan keduanya memburuk setelah Musk memimpin upaya Partai Republik untuk memangkas pengeluaran dan mengurangi jumlah pegawai negeri sebagai kepala Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE). Perselisihan semakin memanas ketika Musk menentang keras rencana pengeluaran domestik besar-besaran Trump, yang menurutnya akan membuat utang AS membengkak.

Lewat platform media sosial X miliknya, Musk mengumumkan kelahiran ‘Partai Amerika’. Ia menilai sistem politik AS yang didominasi Partai Demokrat dan Republik bukanlah demokrasi sejati. "Jika menyangkut kebangkrutan negara kita akibat pemborosan dan korupsi, kita hidup dalam sistem satu partai, bukan demokrasi," tulisnya. Musk bahkan mengklaim telah mendapat dukungan luas dari hasil jajak pendapat online yang ia selenggarakan, dengan lebih dari 1,2 juta responden menyatakan keinginan akan partai politik baru.
Musk meluncurkan Partai Amerika dengan membagikan meme bergambar ular berkepala dua dan tulisan ‘Akhiri Satu Partai’. Meskipun demikian, dampak partai baru ini terhadap pemilihan paruh waktu AS tahun 2026 dan pemilihan presiden 2028 masih belum jelas.
Perseteruan Musk dan Trump mencapai puncaknya bulan lalu ketika Trump mendorong Partai Republik untuk mengesahkan RUU One Big Beautiful yang berdampak pada peningkatan defisit AS sebesar USD 3,4 triliun dalam satu dekade. Musk dengan keras menentang RUU tersebut dan menyerang pendukung Trump di Partai Republik. Ia bahkan mengancam akan mengalahkan mereka dalam pemilihan pendahuluan. Sebagai balasan, Trump mengancam akan mendeportasi Musk dan mencabut dana federal dari bisnisnya.
Musk kini tengah merancang strategi politik untuk merebut kursi DPR dan Senat, berfokus pada beberapa kursi kunci untuk menjadi penentu dalam pengesahan undang-undang. Para pengamat politik mengingatkan potensi dampak negatif dari partai ketiga, mengingat sejarah menunjukkan partai ketiga kerap memecah suara dan berpotensi merugikan kandidat utama.
