Saturday, 27 April 2024

Search

Saturday, 27 April 2024

Search

Setiap 39 Detik, Satu Anak Meninggal karena Pneumonia

JAKARTA(IM)– Pneumonia saat ini masih menjadi salah satu penyebab kematian tersering pada bayi dan balita di dunia. Menurut data dari UNICEF, ada sekitar 1,3 juta kasus kematian pada anak di dunia akibat pneumonia. Ironisnya, penyakit ini sebenarnya bisa dicegah.

“Setiap 39 detik satu anak meninggal karena pneumonia di berbagai belahan dunia. Jadi angka kematiannya cukup tinggi,” jelas Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Rina Triasih MMed (Paed) PhD SpA(K) dalam media briefing// yang digelar oleh IDAI pada Selasa (20/2).

Secara umum, lanjut dr Rina, pneumonia merupakan radang paru yang mengenai alveoli atau kantung udara di paru-paru. Alveoli merupakan tempat terjadinya pertukaran antara oksigen dan karbon dioksida.

Peradangan yang terjadi pada kasus pneumonia akan membuat alveoli terisi dengan cairan. Kondisi ini akan mengganggu proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida di dalam alveoli. Akibatnya, tubuh menjadi kekurangan oksigen sehingga keluhan sesak napas muncul.

Menurut dr Rina, batuk pada pneumonia bersifat akut dan umumnya hanya terjadi selama tujuh hari. Kemunculan batuk pada pneumonia bisa disertai pilek. Sedangkan keluhan demam pada pneumonia bisa muncul dan bisa juga tidak terjadi.

“Hari ketiga hingga kelima, anak tampak tidak aktif. Kalau bayi, kelihatan menetenya tidak kuat,” terang dr Rina.

Selain itu, orang tua juga bisa melihat tanda pneumonia ketika anak bernapas. Anak dengan pneumonia umumnya menunjukkan tarikan dinding dada atau cekungan pada dada bawah ketika mereka bernapas.

“Data dari IDAI, kemarin mengadakan audit kematian, masih pneumonia dan diare (penyebab kematian tersering pada balita), padahal penyakit ini bisa dicegah dan bisa diobati,” lanjut dr Rina.

Pneumonia pada anak bisa disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, serta jamur. Dari ketiganya, penyebab pneumonia yang paling sering adalah virus. Akan tetapi, kasus pneumonia yang paling sering berujung pada kematian adalah pneumonia yang disebabkan oleh bakteri.

“Jadi kalau ada anak dengan gejala pneumonia, maka untuk mencegah kematian, kita harus memberikan antibiotika pada anak tersebut,” tambah dr Rina.

Untuk mencegah kematian pada anak akibat pneumonia, hal lain yang perlu dilakukan adalah deteksi dini. Menurut dr Rina, deteksi dini yang paling baik adalah deteksi dini yang dilakukan oleh orang tua.

Kedua adalah pemberian antibiotika yang adekuat, pemberian oksigen, ketersediaan oksigen di layanan kesehatan di mana pun,” ujar dr Rina.

Deteksi dini yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah mengenali kondisi napas cepat atau sesak napas pada anak. 

Anak bisa dikatakan mengalami napas cepat bila memenuhi kriteria WHO berikut ini: 

1. Anak usia 0-2 bulan: napas 60 kali atau lebih per menit.

2. Anak usia 3-12 bulan: napas 50 kali atau lebih per menit.

3. Anak usia 1-5 tahun: napas 40 kali atau lebih per menit.

Napas cepat pada anak juga bisa dikenali dengan empat tanda lain. Berikut ini adalah keempat tanda lain tersebut:

1. Saat bernapas cuping hidung kembang kempis.

2. Kepala terangguk-angguk pada saat bernapas.

3. Pundak tampak jelas naik-turun sesuai dengan irama pernapasan.

4. Ada tarikan dinding dada ke dalam setiap bernapas.

“Bila sudah seperti ini, sudah harus dibawa ke RS terdekat atau ke IGD atau ke dokter terdekat,” timpal dr Rina.

Sedangkan untuk mencegah agar anak tidak terkena pneumonia, dr Rina menganjurkan penerapan hidup yang bersih dan sehat serta vaksinasi. Vaksinasi yang dapat membantu mencegah anak terkena pneumonia adalah vaksin PCV, vaksin campak, serta vaksin DPT.

“Karena pneumonia juga bisa disebabkan oleh kuman-kuman atau virus yang menyebabkan penyakit pertusis dan campak,” ujar dr Rina. tom

Frans C. Gultom

Berita Terbaru

Baca juga:

Follow International Media