Serangan militer Israel di dekat istana kepresidenan Suriah di Damaskus mengejutkan dunia. Internationalmedia.co.id melaporkan, aksi ini merupakan yang kedua kalinya dalam beberapa hari terakhir, menambah ketegangan di kawasan tersebut. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengumumkan serangan tersebut pada Jumat pagi waktu setempat, menyatakannya sebagai pesan tegas kepada pemerintah Suriah.
Awalnya, Suriah menuduh Israel melakukan serangan destabilisasi yang menewaskan 13 orang pada bulan lalu. Israel membalas dengan klaim bahwa serangan tersebut merupakan respons atas tembakan dari kelompok bersenjata di Suriah selatan. Netanyahu bahkan memperingatkan Presiden Suriah, Ahmed al-Sharaa, akan konsekuensi berat jika keamanan Israel terancam. Sejak pemberontakan yang menggulingkan Bashar al-Assad pada November 2024, Israel telah melancarkan pengeboman besar-besaran terhadap aset militer Suriah dan serangan darat di selatan, dengan tujuan menjauhkan pasukan pemerintah dari perbatasan. Insiden di Nawa, yang menewaskan sembilan warga sipil, merupakan salah satu contohnya.

Serangan terbaru ini, menurut Netanyahu, merupakan pesan jelas kepada pemerintah Suriah. Israel, menurut keterangan resmi militernya, menyerang area dekat istana kepresidenan, namun detail target serangan tidak dijelaskan. Aksi ini mencerminkan ketidakpercayaan mendalam Israel terhadap kelompok Islamis Sunni, yang dianggap sebagai ancaman bagi komunitas Druze, kelompok minoritas yang juga berada di Suriah, Lebanon, dan Israel.
Belum ada pernyataan resmi dari pemerintah Suriah terkait serangan tersebut. Presiden al-Sharaa, mantan komandan Al-Qaeda yang memutuskan hubungan pada 2016, telah berjanji untuk memimpin Suriah secara inklusif. Namun, kenaikan kekerasan sektarian, termasuk pembunuhan ratusan warga Alawi pada Maret lalu, menimbulkan kekhawatiran bagi kelompok minoritas di Suriah. Bentrokan antara kelompok bersenjata Druze dan Sunni di Jaramana, yang dipicu oleh dugaan penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW, mengakibatkan puluhan korban jiwa dan memperburuk situasi. Ketegangan ini semakin menguji kemampuan Presiden al-Sharaa dalam mengendalikan negara yang tengah rapuh.