Pernyataan Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, yang mendukung perundingan ulang dengan Amerika Serikat (AS) menuai kecaman keras di dalam negeri. Internationalmedia.co.id melaporkan, kecaman ini muncul setelah wawancara Pezeshkian dengan tokoh media AS, Tucker Carlson, di mana ia menyatakan "tidak ada masalah" untuk melanjutkan negosiasi dengan AS, asalkan kepercayaan dapat dibangun kembali. Pernyataan ini dianggap terlalu lunak oleh banyak pihak, terutama mengingat serangan Israel terhadap fasilitas nuklir Iran baru-baru ini.
Serangan Israel pada 13 Juni lalu, yang menewaskan sejumlah komandan militer senior dan ilmuwan nuklir Iran, membuat negosiasi nuklir antara Iran dan AS terhenti. Iran sendiri mengklaim lebih dari 1.060 warganya tewas akibat serangan tersebut. Surat kabar garis keras Iran, Kayhan, bahkan mempertanyakan niat AS dalam perundingan, menuduh AS dan Israel menggunakan negosiasi sebagai taktik pengulur waktu sebelum melancarkan serangan. Mereka menilai pernyataan Pezeshkian mengabaikan kemarahan publik dan ketidakpercayaan terhadap AS.

Sentimen serupa diungkapkan surat kabar konservatif Javan, yang menilai pernyataan Pezeshkian "terlalu lunak". Berbeda dengan media konservatif, Ham Mihan, sebuah surat kabar reformis, justru memuji pendekatan Pezeshkian yang dinilai positif dan mendesak agar Iran lebih aktif di media internasional.
Pezeshkian dalam wawancaranya menekankan pentingnya membangun kembali kepercayaan sebelum melanjutkan negosiasi. Ia mempertanyakan bagaimana Iran bisa percaya kepada AS setelah serangan Israel, yang terjadi saat perundingan sebelumnya berlangsung. Pernyataan ini pun menjadi sorotan utama dan memicu perdebatan sengit di Iran.
