Internationalmedia.co.id memberitakan penutupan mendadak pusat distribusi bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza yang dikelola Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF), sebuah organisasi yang didukung AS dan Israel. Penutupan sementara yang dijadwalkan Rabu (4/6) waktu setempat ini menimbulkan tanda tanya besar. GHF sendiri menyatakan penutupan dilakukan untuk renovasi, reorganisasi, dan peningkatan efisiensi. Namun, beredar kabar lain yang jauh lebih mengkhawatirkan.
Pernyataan resmi GHF melalui Facebook menyebutkan operasional distribusi bantuan di Rafah akan kembali normal Kamis (5/6). Namun, konfirmasi dari militer Israel justru menambah kerumitan situasi. Juru bicara militer Israel, Avichay Adraee, melalui media sosial, melarang akses ke pusat distribusi pada Rabu, menyebut area tersebut sebagai zona pertempuran.

Kejanggalan semakin terlihat mengingat GHF baru beroperasi sejak 26 Mei lalu, setelah Israel memblokade pasokan bantuan selama dua bulan. Organisasi ini, yang pendanaannya tidak transparan, sejak awal beroperasi telah menuai kontroversi. Distribusi tujuh juta paket makanan yang diklaim GHF dibayangi tragedi memilukan.
Pekan pertama operasional GHF diwarnai dua insiden mematikan. Serangan yang diduga dilakukan tentara Israel menewaskan sedikitnya 31 warga sipil pada Minggu (1/6) dan 27 lainnya pada Selasa (3/6). Warga sipil tersebut sedang mengantre bantuan di dekat atau di dalam kompleks distribusi. Militer Israel membantah menembak warga sipil, mengklaim tembakan diarahkan kepada mereka yang dianggap mengancam pasukannya.
Peristiwa ini telah memicu kecaman internasional. PBB bahkan menyebutnya sebagai kejahatan perang dan menolak bekerja sama dengan GHF karena meragukan netralitas, imparsialitas, dan independensi organisasi tersebut, serta khawatir GHF didirikan untuk kepentingan militer Israel. Benarkah renovasi alasan sebenarnya, atau ada agenda tersembunyi di balik penutupan mendadak ini?