Internationalmedia.co.id – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyatakan kehati-hatiannya terkait pengiriman rudal Tomahawk ke Ukraina. Pernyataan ini muncul saat menerima kunjungan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, di Gedung Putih. Trump mengungkapkan harapannya untuk mencapai perdamaian dengan Rusia terlebih dahulu, sebelum mempertimbangkan opsi tersebut.
"Semoga mereka tidak membutuhkannya. Semoga kita bisa mengakhiri perang tanpa berpikir tentang rudal Tomahawk," ujar Trump kepada wartawan saat pertemuan tersebut, seperti dilansir kantor berita AFP, Sabtu (18/10/2025). Trump meyakini bahwa ia dapat meyakinkan Presiden Rusia, Vladimir Putin, untuk mengakhiri invasi yang dimulai pada tahun 2022. Keyakinan ini muncul setelah percakapan telepon dengan Putin sehari sebelumnya.

Trump dan Putin telah sepakat untuk bertemu di Budapest, Hongaria, yang akan menjadi pertemuan puncak pertama mereka sejak pertemuan di Alaska yang gagal mencapai kesepakatan damai. "Saya pikir Presiden Putin ingin mengakhiri perang," kata Trump. Namun, Zelensky memiliki pandangan berbeda, menyatakan bahwa Putin "belum siap" untuk perdamaian.
Ukraina telah aktif melobi Washington untuk mendapatkan rudal Tomahawk, dengan keyakinan bahwa senjata tersebut dapat memberikan tekanan pada Rusia untuk mengakhiri invasi yang telah berlangsung selama tiga setengah tahun. Namun, sebelum kunjungan Zelensky ke AS, Putin telah memperingatkan Trump agar tidak mengirimkan senjata tersebut, dengan alasan bahwa hal itu dapat meningkatkan eskalasi perang dan membahayakan perundingan damai.
Trump juga menekankan perlunya Amerika Serikat untuk berhati-hati dalam "menghabiskan" persediaan rudal Tomahawknya, yang memiliki jangkauan lebih dari 1.600 kilometer.
Invasi skala penuh Rusia ke Ukraina dimulai pada Februari 2022, dengan dalih "operasi militer khusus" untuk demiliterisasi negara tersebut dan mencegah perluasan NATO. Ukraina dan sekutu-sekutunya di Eropa mengutuk tindakan tersebut sebagai perampasan tanah ilegal yang telah menyebabkan puluhan ribu korban sipil dan militer serta kerusakan yang meluas. Saat ini, pasukan Rusia menduduki sekitar seperlima wilayah Ukraina, yang sebagian besar telah hancur akibat perang. Kementerian Pertahanan Rusia baru-baru ini mengumumkan perebutan tiga desa di wilayah Dnipropetrovsk dan Kharkiv, Ukraina.

