Internationalmedia.co.id melaporkan perbedaan pendapat yang tajam antara Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terkait Iran. Berbeda dengan Trump yang menggemakan seruan "penyerahan tanpa syarat" dan peningkatan ancaman militer, Macron tegas menolak aksi militer yang bertujuan menggulingkan rezim Iran. Pernyataan Macron ini disampaikan menyusul meningkatnya ketegangan antara Israel dan Iran.
Menurut laporan internationalmedia.co.id yang mengutip Reuters dan Al Arabiya, Macron menyatakan penentangannya terhadap penggunaan kekuatan militer untuk perubahan rezim di Iran. Ia memperingatkan potensi kekacauan yang akan ditimbulkan. "Kami tidak menginginkan Iran memiliki senjata nuklir," tegas Macron, "Namun, kesalahan terbesar adalah menggunakan serangan militer untuk mengubah rezim karena akan terjadi kekacauan, dan tanggung jawab kami adalah kembali ke pembicaraan secepat mungkin agar dapat menetapkan kembali arah pada masalah nuklir dan balistik ini."

Macron menekankan perlunya program nuklir Iran kembali diawasi secara internasional dan pengurangan persenjataan rudal balistiknya. Namun, ia secara eksplisit menolak serangan terhadap infrastruktur energi, warga sipil, dan segala bentuk tindakan militer yang berpotensi memicu perubahan rezim. Sikap ini bertolak belakang dengan pernyataan Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, yang sebelumnya membandingkan situasi dengan penggulingan Saddam Hussein.
Mengomentari invasi Irak dan Libya, Macron mempertanyakan efektivitas intervensi militer tersebut. "Apakah ada yang berpikir bahwa apa yang dilakukan di Irak pada tahun 2003 adalah ide yang bagus? Apakah ada yang berpikir bahwa apa yang dilakukan di Libya pada dekade berikutnya adalah ide yang bagus? Tidak!" tegasnya. Ia menambahkan keprihatinannya terhadap negara-negara tetangga Iran seperti Irak dan Lebanon, menekankan perlunya stabilitas regional dan menghindari eskalasi konflik. Menurut Macron, yang dibutuhkan kawasan tersebut bukanlah kekacauan, melainkan solusi diplomatik.