Internationalmedia.co.id melaporkan sebuah pengakuan mengejutkan dari Korea Utara (Korut). Untuk pertama kalinya, Korut secara terbuka mengakui telah mengirimkan pasukan untuk membantu Rusia dalam perang melawan Ukraina. Pengakuan ini disampaikan melalui kantor berita KCNA pada Senin (28/4/2025), yang menyatakan bahwa pasukan Korut membantu Moskow merebut kembali wilayah di perbatasan Kursk yang sebelumnya dikuasai Kyiv.
Menurut KCNA, pengiriman pasukan tersebut merupakan perintah langsung dari pemimpin Korut, Kim Jong Un, sebagai bagian dari perjanjian pertahanan bersama dengan Presiden Rusia Vladimir Putin yang disepakati tahun lalu. Komisi Militer Korut menyatakan, "Atas perintah kepala negara, sub-unit angkatan bersenjata Republik Korut menganggap wilayah Rusia sebagai wilayah mereka sendiri dan membuktikan aliansi kokoh antara kedua negara." Kemenangan di Kursk, menurut KCNA, akan menunjukkan "tingkat strategis tertinggi dari persahabatan militan yang kuat" antara kedua negara.

Kim Jong Un memuji pasukannya sebagai "pahlawan dan perwakilan kehormatan tanah air". Korut juga menekankan kehormatan yang mereka rasakan beraliansi dengan Rusia. Laporan menyebutkan, hampir 14.000 tentara Korut, termasuk 3.000 pasukan pengganti, telah dikirim ke medan perang. Meskipun kekurangan kendaraan lapis baja dan pengalaman dalam perang drone, pasukan tambahan ini disebut mampu beradaptasi dengan cepat. Pengakuan ini muncul setelah Rusia pada Sabtu (26/4) mengkonfirmasi kehadiran tentara Korut di Kursk. Sebelumnya, baik Rusia maupun Korut bungkam terkait isu ini.
Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky membantah klaim Rusia yang menyatakan pasukan Ukraina telah diusir sepenuhnya dari Kursk. Dalam pidatonya Minggu (27/4) malam waktu setempat, Zelensky menegaskan, "Militer kami masih menjalankan tugas di wilayah Kursk dan Belgorod. Kita mempertahankan posisi kita di wilayah Rusia itu." Pernyataan ini bertolak belakang dengan klaim Moskow yang menyatakan telah merebut kembali Desa Gornal, wilayah terakhir di perbatasan Kursk yang berada di bawah kendali Ukraina. Pihak Ukraina sendiri menyebut klaim Rusia tersebut sebagai "trik propaganda".
Di sisi lain, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan keyakinannya bahwa Zelenskyy siap menyerahkan Krimea dalam negosiasi damai dengan Rusia. Pernyataan Trump ini berseberangan dengan sikap resmi Zelenskyy. Trump juga mendesak Putin untuk mengakhiri pertempuran dan menandatangani perjanjian damai.