Berita mengejutkan datang dari Lebanon. Internationalmedia.co.id melaporkan bahwa militer Israel mengaku telah melancarkan serangan terhadap lebih dari 50 target yang disebut sebagai "teroris" di seluruh wilayah Lebanon sejak bulan lalu. Hal ini terjadi meskipun gencatan senjata telah disepakati pada November 2024 lalu untuk mengakhiri konflik antara Israel dan kelompok militan Hizbullah.
Serangan terbaru yang terjadi di Beirut selatan, merupakan yang ketiga kalinya sejak gencatan senjata diberlakukan. Presiden Lebanon, Joseph Aoun, bahkan sampai meminta bantuan Prancis dan Amerika Serikat untuk menghentikan aksi militer Israel tersebut. Dalam pernyataan resminya, militer Israel menyatakan serangan-serangan itu sebagai balasan atas pelanggaran gencatan senjata dan ancaman terhadap keamanan negara dan warganya.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengklaim serangan Minggu lalu menargetkan fasilitas penyimpanan rudal presisi milik Hizbullah. Netanyahu menegaskan komitmennya untuk mencegah Hizbullah, yang didukung Iran, menggunakan wilayah selatan Beirut sebagai basis operasi. Sementara itu, pemimpin Hizbullah, Naim Qassem, menyebut serangan tersebut sebagai tindakan politik yang tak beralasan dan bertujuan mengubah kesepakatan damai dengan paksa.
Meskipun gencatan senjata telah disepakati, Israel tetap melakukan serangan rutin di Lebanon. Kesepakatan gencatan senjata sebelumnya mensyaratkan Hizbullah menarik pasukannya ke utara Sungai Litani dan membongkar infrastruktur militer di selatan. Israel pun seharusnya menarik seluruh pasukannya, namun kenyataannya pasukan Israel masih tetap berada di lima titik strategis. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran akan eskalasi konflik lebih lanjut di kawasan tersebut.