Internationalmedia.co.id melaporkan, tegangan antara Rusia dan Ukraina kembali memanas. Rusia menuduh Ukraina meningkatkan serangan udara untuk menggagalkan upaya perundingan damai yang tengah digagas. Klaim ini muncul setelah Rusia melancarkan serangan udara besar-besaran ke Ukraina, serangan terbesar sejak invasi skala penuh dimulai tahun 2022.
Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan Kyiv, dengan dukungan beberapa negara Eropa, telah melakukan serangkaian provokasi untuk menggagalkan inisiatif perdamaian Rusia. Serangan balasan Rusia, menurut Moskow, merupakan respons atas serangan drone besar-besaran Ukraina ke wilayah Rusia. Meskipun Moskow mengklaim hanya menyerang target militer, serangan pada Minggu lalu menewaskan 13 warga sipil di Zhytomyr, termasuk tiga anak dari satu keluarga. Rusia melaporkan telah menghadapi lebih dari 1.465 serangan drone sejak 20 Mei, mengakibatkan korban sipil termasuk wanita dan anak-anak. Rusia memperingatkan akan melanjutkan serangan sebagai balasan atas provokasi dari Kyiv.

Pernyataan Rusia ini mendapat reaksi keras dari berbagai pihak. Presiden AS Donald Trump, yang sebelumnya berupaya mendorong perundingan damai, menyatakan Vladimir Putin telah "gila". Pernyataan keras Trump ini dilontarkan setelah serangan Rusia yang menewaskan sedikitnya 13 orang di Ukraina, menunjukkan kekecewaan dan kekhawatiran atas eskalasi konflik. Kegagalan upaya perdamaian yang dipimpin AS juga membuat Trump frustrasi dengan kedua belah pihak. Pertanyaan besar kini muncul: apakah Ukraina benar-benar berupaya menggagalkan perundingan, atau Rusia menggunakannya sebagai alasan untuk melancarkan serangan lebih lanjut? Perkembangan situasi ini patut dipantau secara ketat.