Tuesday, 07 May 2024

Search

Tuesday, 07 May 2024

Search

Sawah di Tangerang Mengering, Dulu Ditanami Padi Tapi Kini Jadi Tanah Retak Ditinggal Petani

Tanah retak-retak.

TANGERANG – Kekeringan parah akibat kemarau panjang El Nino di Desa Marga Mulya, Mauk, Kabupaten Tangerang, Banten, membuat area persawahan kering kerontang. Saking gersangnya sawah-sawah di kawasan ini dibiarkan terbengkalai hingga tanah retak-retak.
Nada (46), selaku petani sekaligus Ketua RW 1 Desa Marga Mulya mengatakan sawah-sawah di kawasan ini hanya digunakan untuk menanam padi. Di luar itu, paling-paling hanya ada beberapa petak sawah yang digunakan untuk menanam Timur Suri sebelum puasa.
“(Sawah-sawah ini biasa dipakai untuk tanam apa pak?) Padi, kalau di sini semua tanam padi. Paling ada lah beberapa tanam timun suri, itu juga pas lagi (sebelum) puasa. Yah paling setahun sekali (tanam timun suri), sisanya tanam padi,” jelas Nada, Selasa. Beruntung para petani di desa itu masih bisa melakukan panen raya pada September 2023 lalu meski hasilnya tidak maksimal akibat El Nino. Menurut Nada setidaknya para petani masih bisa memanen 50% dari biasanya (di luar kemarau).
“Kemarin bulan sembilan (September) masih dapat, ya ada dapat setengah (50% dari biasanya) lah. Kalau telat sedikit sudah gagal panen itu,” ungkapnya.
Untuk jumlah pasti beras yang dihasilkan, Nada tidak bisa memastikan karena sawah-sawah tersebut dimiliki oleh orang yang berbeda-beda sementara ia hanya petani garapan. Selain itu tidak semua sawah di area sini masuk dalam kawasan Desa Marga Mulya, ada juga sebagian area yang masuk desa sebelah, Ketapang.
“Kalau berapa-berapanya (beras yang dihasilkan) saya kura tahu, karena di sini kan yang punya sawah beda-beda. Kita mah petani garapan cuma panen doang, nanti di sini (beberapa petak sawah) panen, kalau sudah di sana (petak sawah yang lain) dipanen. Yang tahu dapat berapanya ya paling yang punya,” kata Nada.
Sayang, setelah panen raya kemarin area persawahan ini dibiarkan begitu saja akibat kekeringan. Bahkan para petani di kawasan ini secara sengaja membiarkan sisa-sisa padi yang sudah dipanen begitu saja di sawah yang semakin mengering.
Sementara itu, Jaka (53), petani garapan lain asal Desa Marga Mulya juga mengaku para petani di kawasan ini merupakan petani garapan dan bukan pemilik lahan. Ia juga mengatakan area ini hanya digunakan untuk menanam padi sepanjang tahun.
Sebagai petani garapan, ia mengaku bisa mendapat upah Rp 100.000 untuk satu hari kerja mengurus sawah. Namun saat panen ia mendapat bayaran dari bagi hasil berupa gabah.
“Di sini kebanyakan petani garapan (bukan pemilik sawah). Kalau ada air nanam padi itu dapat kerja sehari Rp 100.000. Kalau pas panen itu dibayarnya bagi hasil. Misal kita angkut (panen) enam karung, lima karung buat yang punya satu karung buat kita,” jelas Jaka.
Namun Jaka menjelaskan bagi hasil yang mereka dapat masih berupa gabah. Nantinya sebagian gabah ini akan dijual kembali, dan sisanya akan dikeringkan untuk nanti digiling jadi beras konsumsi sehari-hari.
“(Itu sekarung beras atau masih gabah?) belum beras, masih padi baru dipanen kan. (Habis itu gabah dijual lagi atau konsumsi sendiri?) Tergantung kebutuhan, kalau lagi butuh uang untuk beli-beli ya kita jual, kalau lagi nggak ya kita keringin (untuk digiling jadi beras). Tapi kebanyakan sih dijual lagi,” ungkapnya. ***

Prayan Purba

Berita Terbaru

Baca juga:

Follow International Media