Internationalmedia.co.id melaporkan kepergian Paus Fransiskus. Kepemimpinan Paus yang dipilih pada Maret 2013 ini meninggalkan jejak mendalam di Gereja Katolik. Ia, yang memilih nama Fransiskus—diambil dari Santo Fransiskus Assisi—konsisten dengan idealismenya: Gereja yang miskin untuk orang miskin. "Betapa saya menginginkan gereja yang miskin untuk orang miskin," katanya tiga hari setelah terpilih sebagai Paus ke-266, mengutip kantor berita AFP, Senin (21/4/2025).
Kepemimpinan rendah hati ditunjukkan lewat kesederhanaannya, menolak kemewahan kepausan, dan melakukan panggilan telepon pribadi kepada para janda, korban pemerkosaan, bahkan tahanan. Dekat dengan rakyat, ia berdiskusi dengan anak muda tentang isu-isu terkini, dari media sosial hingga pornografi, dan terbuka soal kesehatannya yang memburuk. Operasi usus besar (2021), hernia (Juni 2023), bronkitis, dan nyeri lutut yang mengharuskannya menggunakan kursi roda, bahkan rawat inap selama lebih dari sebulan karena bronkitis, tak menyurutkan langkahnya. Ia menolak spekulasi pengunduran diri, menegaskan dalam memoar 2024 bahwa pengunduran diri hanya dibenarkan oleh "halangan fisik yang serius".

Salah satu momen ikoniknya adalah membasuh dan mencium kaki para tahanan di penjara Roma sebelum Paskah pertamanya. Gerakan simbolis ini, dan lainnya, membawanya pada kekaguman global. Perjalanan pertamanya ke luar negeri adalah ke Pulau Lampedusa, Italia, tempat masuknya ribuan migran, di mana ia mengecam "globalisasi ketidakpedulian". Ia juga mengkritik kebijakan Donald Trump, baik saat membangun tembok perbatasan Meksiko maupun rencana deportasi migran. Komitmennya pada rekonsiliasi antaragama terlihat dari ciumannya pada Patriark Ortodoks Kirill dan kerja samanya dengan Sheikh Ahmed al-Tayeb. Upaya mendekatkan diri ke China melalui kesepakatan penunjukan uskup (2018) juga menjadi bagian dari kiprahnya, meskipun menuai kritik.
Pengaruhnya pada perjanjian iklim Paris 2015 lewat ensiklik "Laudato Si" patut diapresiasi. Ia menekankan tanggung jawab negara maju atas bencana lingkungan dan memperingatkan kerusakan yang tak dapat dipulihkan. Sebagai pendorong perdamaian, ia mengecam produsen senjata dan menyebut berbagai konflik sebagai Perang Dunia Ketiga.
Pernyataan kontroversial Paus Fransiskus tentang kaum gay Katolik—"Siapa saya untuk menghakimi?"—akan selalu diingat. Ia mengizinkan umat bercerai menikah lagi menerima komuni, membaptis transgender, dan memberi restu pada pasangan sesama jenis (di luar liturgi resmi). Namun, ia menolak gagasan pentahbisan pastor menikah. Reformasi di Vatikan, termasuk pengadilan sipil bagi kardinal dan penataan sistem perbankan Takhta Suci, serta komitmennya mengatasi pelecehan seksual oleh pastor, melengkapi warisannya yang kompleks dan penuh kontroversi.