Internationalmedia.co.id melaporkan perkembangan terbaru terkait konflik Gaza. Amerika Serikat (AS) mengajukan proposal gencatan senjata yang telah diterima Israel, namun Hamas masih ragu-ragu. Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar akan masa depan perdamaian di wilayah tersebut.
Bassem Naim, pejabat biro politik Hamas, menyatakan bahwa proposal AS tersebut belum memenuhi tuntutan kelompoknya. Naim menjelaskan, "Rencana itu tidak memenuhi tuntutan rakyat kami, yang terutama adalah menghentikan perang dan kelaparan," seperti dikutip dari AFP, Jumat (30/5/2025). Ia menambahkan bahwa para pemimpin Hamas tengah mempelajari proposal tersebut dengan seksama.

Sumber internal Hamas yang dekat dengan negosiasi mengungkapkan kepada AFP bahwa proposal terbaru dari utusan AS, Steve Witkoff, dianggap sebagai langkah mundur dibandingkan proposal sebelumnya. Proposal sebelumnya, menurut sumber tersebut, "mencakup komitmen Amerika mengenai negosiasi gencatan senjata permanen." Hal ini menjadi kendala utama bagi Hamas untuk menerima proposal terbaru.
Proposal AS yang baru, menurut dua sumber yang dekat dengan negosiasi, menawarkan gencatan senjata selama 60 hari, dengan potensi perpanjangan hingga 70 hari. Sebagai bagian dari kesepakatan, direncanakan pembebasan 10 sandera hidup dan 9 mayat sebagai imbalan pembebasan tahanan Palestina pada minggu pertama. Pada minggu kedua, pertukaran sandera hidup dan mati dengan jumlah yang sama akan dilakukan. Sumber tersebut juga menyebutkan bahwa Hamas telah menyetujui dua pertukaran senjata serupa minggu lalu, namun dengan jadwal yang berbeda.
Sementara itu, Sekretaris Pers Karoline Leavitt mengkonfirmasi bahwa proposal gencatan senjata yang didukung Israel telah diajukan kepada Hamas. "Saya dapat mengonfirmasi bahwa utusan khusus Witkoff dan presiden mengajukan usulan gencatan senjata kepada Hamas, yang didukung dan disokong Israel. Israel menandatangani usulan ini sebelum dikirim ke Hamas," kata Leavitt kepada AFP. Ia menambahkan bahwa diskusi intensif masih berlanjut dan berharap gencatan senjata segera tercapai untuk memulangkan semua sandera. Kebuntuan ini menimbulkan kekhawatiran akan berlanjutnya konflik dan penderitaan warga sipil.