Saturday, 04 May 2024

Search

Saturday, 04 May 2024

Search

Nangka Selamatkan Warga Sri Lanka dari Kelaparan saat Krisis Ekonomi

SRI LANKA(IM)- Krisis ekonomi yang terjadi di Sri Lanka membuat banyak warganya kesulitan mengakses pangan. 

Untuk bertahan hidup, banyak warga Sri Lanka yang memutuskan mengurangi porsi makan makan mereka dalam sehari.

Namun siapa sangka, buah nangka yang tidak begitu digemari masyarakat sekitar mampu menyelamatkan banyak keluarga dari kelaparan di tengah krisis ekonomi yang sangat parah.

“Pohon nangka membuat ratusan ribu orang seperti kami tetap hidup. Pohon ini telah menyelamatkan kami dari kelaparan,” kata Karuppaiya Kumar (40), ayah tiga anak di Sri Lanka yang berprofesi sebagai buruh harian dikutip dari BBC Indonesia, Rabu (12/7).

Menurut Karuppaiya Kumar, sebelum krisis ekonomi, siapa pun bisa membeli nasi atau sepotong roti. Tapi sekarang, karena harga pangan naik, banyak orang memakan nangka hampir setiap hari.

Hampir sepertiga penduduk Sri Lanka kesulitan mengakses pangan. Bahkan, setiap keluarga terpaksa menghabiskan lebih dari 70 persen pendapatan mereka untuk makanan.

“Kami telah mengurangi porsi makanan kami menjadi dua [kali sehari] dari sebelumnya tiga kali. Harga satu tabung gas untuk memasak 12kg adalah Rp76.000 hingga tahun lalu,” kata Nadeeka Perera, 42, ibu dari tiga anak.

“Harga satu tabung gas naik lebih dari dua kali lipat sehingga satu-satunya pilihan yang tersisa adalah memasak secara tradisional,” tambahnya sambil menyeka air mata, saat asap dari arang untuk memasak mengepul di sekelilingnya.

Pendapatan masyarakat menurun, sedangkan harga pangan melonjak sejak Sri Lanka lumpuh akibat krisis keuangan terburuk pada 2022.

Setelah berbulan-bulan listrik kerap padam dan negara itu kehabisan bahan bakar, orang-orang menggerebek kediaman resmi Presiden Gotabaya Rajapaska pada 9 Juli 2022. Presiden Rajapaksa berujung melarikan diri.

Sejak saat itu, pemerintah Sri Lanka berhasil merundingkan bantuan keuangan dari IMF. Namun, tingkat kemiskinan meningkat dua kali lipat.

Nadeeka tinggal di sebuah rumah dengan dua kamar tidur di Kolombo bersama suami dan anak-anaknya.

Sebagai mantan juara dua di kejuaraan karambol nasional, dia mengalami kesulitan keuangan. Padahal, karambol adalah olahraga yang populer di Asia.

Nadeeka tidak lagi menghasilkan uang dari pekerjaannya sebagai wasit. Suaminya kini menjadi sopir taksi untuk mencari nafkah.

“Kami tidak mampu membeli daging atau telur lagi karena harganya melonjak enam kali lipat. Anak-anak juga sering bolos sekolah karena ongkos bus tidak terjangkau. Saya berdoa agar harga gas dan listrik akan turun suatu hari nanti,” kata Nadeeka.

Meskipun inflasi telah turun menjadi 12% pada Juni dari 54% pada Februari, pemerintah masih berjuang mengendalikan kenaikan harga-harga akibat pendapatan rumah tangga yang menyusut.

Frans C. Gultom

Berita Terbaru

Baca juga:

Follow International Media