BOGOR—Setelah sebelumnya menggelar buka puasa bersama Istri mendiang presiden ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Sinta Nuriyah Wahid, kaum dhuafa, lansia dan anak yatim di Jagakarsa, Jakarta Selatan pada Jumat (5/4) lalu, empat organisasi Tionghoa, terdiri dari Perhimpunan INTI (Indonesia Tionghoa), Paguyuban Meizhou Indonesia, Perhimpunan Marga Huang Jakarta dan Yayasan Marga Tjia Indonesia pada Sabtu (6/4) kembali menggelar kegiatan yang sama.
Buka puasa yang juga bersama Sinta Nuriyah Wahid, kaum dhuafa, lansia, anak yatim dan disabilitas tersebut dilangsungkan di BiglandOtel Sentul Suites & Convention, Sentul, Bogor, Jawa Barat.
Bertema “Puasa adalah perisai keserakahan dan kemungkaran”, acara dihadiri oleh Shinta Nuriyah Wahid beserta Inayah Wahid serta segenap pengurus Puan Amal Hayati.
Selain itu, Ketua Umum Perhimpunan INTI Teddy Sugianto dan jajaran, Ketua Umum MATAKIN (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia) Budi S. Tanuwibowo, Wakil Walikota Bogor Dedie A. Rachiem, Perwakilan FKUB kabupaten Bogor Asep Saepudin, Kapolsek Babakan Madang AKP Susilo Tri Wibowo, Kapolsek Citeureup Kompol Viktor G. Hamonangan, pengurus Perhimpunan Marga Huang Jakarta dan Indonesia, Pengurus Yayasan Marga Tjia Indonesia, Perwakilan Bigland Otel Sentul dan Ketua Yayasan Tjia Hining Hartawan, Direktur Bigland Otel Sentul Syamsudin, Perwakilan Bogorindo Cemerlang Tan Welly, Suhu Negxiu, HM Anda Hakim dan sejumlah tokoh masyarakat.
Anna Hartawan, selaku ketua panitia acara, dalam kata sambutannya, mengatakan pada kegiatan buka puasa bersama ini pihaknya mengundang 1.000 orang yang terdiri dari kaum dhuafa, penyandang disabilitas, anak yatim, kaum ibu dan lansia, kaum marginal, buruh dan supir angkot, santri-santri pesantren, siswa-siswi SMA penerima Beasiswa Pelangi dari Perhimpunan INTI.
“Mereka diundang agar bisa berinteraksi serta mendapatkan siraman rohani, berkah doa dan ilmu dari ibu Shinta. Saya doakan semoga kita semua diberi kekuatan serta kebijaksanaan untuk selalu setia dalam kebenaran dan kebaikan seperti yang diajarkan Gus Dur dan bu Shinta yang menjadi teladan selama ini,” ujarnya.
Sementara itu, Shinta Nuriyah, dalam tausiyah-nya, mengajak masyarakat Indonesia meningkatkan toleransi antarumat beragama.
“Saya itu sadar bahwa tinggal di Indonesia yang masyarakatnya majemuk terdiri dari berbagai suku bangsa, kemudian di iIndonesia juga terdiri dari berbagai agama, baik itu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghuchu, kita ini bersaudara,” kata Shinta Nuriyah.
“Jadi, semua yang kita sebut tadi baik, suku, agama, itu tinggal di mana? Indonesia. Kalau orang tadi yang saya sebutkan tadi tinggal di Indonesia, maka mereka itu apa? Saudara,” imbuhnya.
Menurut mantan ibu negara itu, wajah rakyat Indonesia sekalipun berbeda-beda tetap satu nusa satu bangsa dan satu bahasa, dan itulah yang dirangkum dalam semboyan negara Indonesia Bhinneka Tunggal Ika.
“Maka kalau mereka itu saudara apakah boleh kita saling menghina, menghujat, dan rebutan? Boleh, asal tidak memecah belah bangsa dan negara Indonesia,” ujarnya.
Selain itu, Shinta Nuriyah juga meminta masyarakat agar senantiasa menigkatkan ibadah puasa, dengan menahan lapar, menahan nafsu dan juga meningkatkan kejujuran, serta kepekaan sosial, dan menurutnya puasa dapat mengajarkan akhlak dan budi pekerti yang jujur.
Pada kesempatan itu, panitia juga mengadakan acara penyerahan bantuan untuk penyandang disabilitas dan anak yatim berupa dua kursi roda, 10 tongkat untuk tuna netra, 10 tas INTI untuk tuna wicara, 100 meja lipat komputer dari Olympic, dan 50 lemari box plastik dari Napoly. ***