Internationalmedia.co.id – Calon Perdana Menteri Jepang dari Partai Demokrat Liberal, Sanae Takaichi, tengah menjadi sorotan tajam. Pernyataannya yang menolak konsep ‘work-life balance’ atau keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi menuai kecaman dari berbagai pihak.
Takaichi, dalam pidatonya usai memenangkan pemilihan ketua LDP, menyerukan agar anggota partai bekerja keras. Ia bahkan menyatakan akan meninggalkan gagasan keseimbangan hidup dan pekerjaan. "Saya sendiri akan meninggalkan gagasan keseimbangan kehidupan dan pekerjaan. Saya akan bekerja, bekerja, bekerja, bekerja, dan bekerja," ujarnya.

Pernyataan ini langsung memicu reaksi keras dari Dewan Pembela Nasional untuk Korban Karoshi, sebuah kelompok pengacara yang menangani kasus kematian akibat kerja berlebihan. Mereka menilai sikap Takaichi dapat memaksa pekerja untuk bekerja berlebihan dan membangkitkan mentalitas kerja yang sudah ketinggalan zaman.
Meskipun demikian, Menteri Kebijakan Terkait Anak-anak Jepang, Junko Mihara, membela Takaichi. Menurutnya, ucapan tersebut hanya menunjukkan tekad Takaichi sebagai pemimpin partai. "Saya yakin beliau telah menunjukkan tekadnya sebagai presiden (LDP)," kata Mihara.
Selain kontroversi ‘work-life balance’, peluang Takaichi menjadi PM Jepang juga semakin menipis setelah mitra koalisi mereka, Partai Komeito, mengundurkan diri. Pemimpin Komeito, Tetsuo Saito, menyatakan kemitraan yang telah terjalin selama 26 tahun retak karena LDP gagal menanggapi skandal pendanaan politik. Komeito pun memutuskan tidak akan mendukung Takaichi dalam pemungutan suara parlemen.
Dengan mundurnya Komeito, Takaichi diprediksi akan mencari dukungan dari partai lain, seperti Partai Inovasi. Sementara itu, partai oposisi utama, Partai Demokrat Konstitusional, mengisyaratkan dukungan untuk pemimpin oposisi lain, Yuichiro Tamaki, sebagai penantang Takaichi dalam perebutan jabatan perdana menteri. Gejolak politik ini terjadi menjelang sejumlah pertemuan diplomatik penting Jepang.