Ramallah – Internationalmedia.co.id Perdana Menteri Palestina, Mohammad Mustafa, mendesak kelompok Hamas untuk segera memberikan klarifikasi resmi terkait masa depan pemerintahan Jalur Gaza pasca-konflik. Isu krusial yang disoroti adalah perlucutan senjata, yang menjadi bagian penting dalam setiap kesepakatan gencatan senjata yang diajukan.
Mustafa menegaskan bahwa sebuah negara berdaulat tidak akan mentolerir adanya dualisme dalam kepemilikan senjata, sistem hukum, maupun pemerintahan. "Senjata, hukum, dan ketertiban di Jalur Gaza harus sepenuhnya berada di bawah kendali negara Palestina," ujarnya seperti dikutip dari Al Arabiya, Selasa (28/10/2025).

Namun, di balik tuntutan tersebut, Mustafa juga menyiratkan adanya keraguan dari pihak Israel terhadap kembalinya Otoritas Palestina (PA) untuk memerintah Jalur Gaza. "Gaza harus sepenuhnya dikelola oleh PA, dan kami menolak peran parsial," tegasnya.
Mustafa mengungkapkan bahwa pemerintah Palestina telah menjalin kesepakatan dengan negara-negara Arab untuk mendukung Otoritas Palestina dalam menjalankan tugasnya di Jalur Gaza. Ia juga menyoroti peran penting Arab Saudi dalam menggalang dukungan bagi negara Palestina.
"Pasukan kami sedang menjalani pelatihan di Mesir dan Yordania untuk mempersiapkan mereka menjalankan tugas di Gaza," ungkap Mustafa. Ia menambahkan bahwa terdapat sekitar 18.000 personel keamanan di Jalur Gaza yang siap untuk melanjutkan tugas mereka.
Terkait usulan pengerahan pasukan internasional untuk membantu mengamankan situasi di Jalur Gaza sebagai bagian dari rencana perdamaian yang diajukan oleh Presiden AS Donald Trump, Mustafa menekankan bahwa Otoritas Palestina harus memiliki suara dalam pengambilan keputusan.
"Pengerahan pasukan tersebut harus mendapatkan persetujuan dari Otoritas Palestina," ujarnya, seraya menambahkan bahwa misi pasukan internasional tersebut harus bersifat sementara dan suportif. Ia memperingatkan agar pasukan internasional tidak dianggap sebagai "pengganti" peran Otoritas Palestina.

