Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben Gvir, yang berasal dari kelompok Yahudi ekstremis, telah mengeluarkan kebijakan yang melarang semua masjid di Israel dan Tepi Barat untuk mengumandangkan azan selama salat lima waktu. Keputusan ini menciptakan gelombang ketegangan, seperti memadamkan nyala api yang sudah mulai menyebar, karena mengguncang tradisi keagamaan umat Muslim yang telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari di wilayah tersebut. Dengan larangan ini, suara azan yang biasanya menggema di udara kini terhenti, mencerminkan sebuah pembatasan terhadap kebebasan beragama yang seharusnya dihormati.
Ben Gvir, melalui akun X-nya, menyatakan bahwa kumandang azan dianggap terlalu mengganggu kenyamanan warga Israel, sehingga ia berpendapat bahwa suara tersebut harus dilarang. Menurutnya, suara azan yang selama ini menjadi bagian dari kehidupan keagamaan umat Muslim dianggap mengganggu ketenangan publik, sehingga perlu diambil langkah untuk menenangkan situasi tersebut, meski keputusan ini menimbulkan kontroversi besar di kalangan banyak pihak.
Ia kemudian menambahkan bahwa kebijakan tersebut diumumkan bersamaan dengan pernyataan dari menteri ekstremis Israel lainnya, Idit Silman, yang menyebutkan bahwa azan di masjid adalah “suara bising yang tidak masuk akal”, seperti yang dilaporkan oleh Arab News.
Pernyataan ini semakin memperkeruh situasi, karena mencerminkan pandangan yang meremehkan nilai agama dan kebebasan beribadah bagi umat Muslim di wilayah tersebut.
Ben Gvir kemudian menyebutkan bahwa setiap pelanggaran terhadap aturan tersebut akan dianggap sebagai “pelanggaran hukum.” Ia juga menegaskan kebanggaannya atas langkah kontroversial ini, yang menurutnya penting untuk menjaga ketertiban dan kenyamanan di masyarakat. Pernyataan ini mencerminkan sikap tegasnya dalam menerapkan kebijakan yang disambut dengan pro dan kontra, dengan beberapa pihak menilai langkah tersebut sebagai pembatasan terhadap kebebasan beragama.
Menteri dari kelompok Yahudi garis keras tersebut bahkan menyatakan bahwa azan dianggap berbahaya bagi warga Israel yang tinggal di dekat masjid. Menurutnya, suara azan dapat mengganggu ketenangan dan keamanan penduduk setempat, terutama bagi mereka yang tinggal di sekitar area masjid, sehingga perlu ada pembatasan untuk mencegah potensi gangguan terhadap kehidupan sehari-hari warga Israel.
Televisi Israel Channel 12 melaporkan bahwa Ben Gvir telah meminta kepolisian untuk segera menindaklanjuti perintahnya dengan memasuki masjid-masjid, menyita pengeras suara, dan mengenakan denda jika ditemukan pelanggaran terhadap larangan tersebut. Langkah ini menunjukkan upaya tegas dari pemerintah untuk menegakkan kebijakan yang kontroversial, meskipun langkah tersebut memicu protes dari berbagai pihak yang menilai ini sebagai pelanggaran terhadap kebebasan beragama.
Pemimpin Partai Persatuan Arab, Mansour Abbas, menyatakan bahwa Ben Gvir sengaja berupaya “mengipasi api” dan menarik warga Arab Muslim untuk terpancing dalam provokasinya. Abbas menilai tindakan Ben Gvir sebagai langkah yang sengaja dirancang untuk memperburuk ketegangan antar kelompok di Israel, dengan tujuan memicu reaksi dari komunitas Muslim, yang justru dapat memperburuk situasi dan memperdalam perpecahan sosial.
“Dia (Ben Gvir) gagal di Masjid Al Aqsa dan hari ini mencoba memprovokasi seluruh masjid. Ben Gvir secara konstan mencoba menyabotase kehidupan di negeri ini dan saatnya mengakhiri semua ini,” kata Abbas dalam akun X.
Anggota Parlemen Israel Knesset, Gilad Kariv, juga mengecam keputusan Ben Gvir, menyebut kebijakan tersebut sebagai “membahayakan” bagi Israel. Kariv menegaskan bahwa Ben Gvir akan terus menggunakan segala cara untuk mengobarkan api permusuhan, yang dapat memperburuk hubungan antar kelompok di negara itu. Menurutnya, kebijakan tersebut tidak hanya merusak kedamaian internal, tetapi juga berisiko memperburuk ketegangan antara warga Israel dan komunitas Arab Muslim.
“Si bajingan ini (Ben Gvir) tak akan berhenti hingga korek api berhasil menyalakan tong bahan bakar,” tulis Kariv dalam akun X.