JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat penerimaan negara dari sektor hulu migas pada 2022 mencapai US$18,19 miliar atau sekitar Rp270 triliun.
“Penerimaan negara mencapai US$18,19 miliar dari target (2022) aslinya adalah US$9,95 miliar dan di APBN-P kalau tidak salah di angka US$15 miliar. Jadi, masih di atas, baik di APBN aslinya maupun APBN-P,” kata Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto saat jumpa pers di Kantor Pusat SKK Migas, Jakarta, Rabu (18/1).
Penerimaan tersebut lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2021 sebesar US$13,8 miliar atau sebesar 131 persen dari target. Selanjutnya, reserve replacement ratio (RRR) pada 2022 sebesar 156 persen lebih tinggi dibandingkan tahun 2021 sebesar 116 persen atau 134 persen dari target. “RRR cukup bagus mencapai 156 persen dari yang direncanakan. Ini karena selesainya berbagai POD (Plan of Development),” kata Dwi.
Lalu, realisasi lifting minyak pada 2022 sebesar 612,3 millions barrel oil per day (MBOPD) lebih rendah dari realisasi tahun 2021 sebesar 660,3 MBOPD atau 93 persen dari target. “Lifting minyak karena ada berbagai hal mencapai 612 MBOPD dan itu adalah 93 persen dibanding tahun yang lalu,” ujarnya
Kemudian, realisasi salur gas pada 2022 sebesar 5.347 million standard cubic feet per day (MMSCFD) lebih rendah dari realisasi pada 2021 sebesar 5.505 MMSCFD atau 97 persen dari target.
Realisasi cost recovery pada 2022 senilai US$7,8 miliar atau sama dengan realisasi pada 2021 atau 100 persen dari target. “Cost recovery terkendali dengan baik,” ujar Dwi.
Terakhir, realisasi investasi pada 2022 mencapai US$12,3 miliar setara dengan Rp182 triliun lebih tinggi dibandingkan investasi di tahun 2021 sebesar US$10,9 miliar atau sebesar 113 persen dari target.
Lebih jauh, Dwi mengatakan ada beberapa target SKK Migas yang ada peningkatan pada 2023, di antaranya, lifting minyak sebesar 660 MBOPD, salur gas sebesar 6.160 MMSCFD, dan “cost recovery” sebesar US$8,25 miliar.
“Nanti kalau kita lihat di tahun 2023 targetnya demikian ada peningkatan di lifting minyak, peningkatan di salur gas, kemudian juga ‘cost recovery” ada ruang untuk itu. Investasi diharapkan meningkat cukup baik dari US$12,3 miliar menjadi US$15,5 miliar,” tandas Dwi.***