Thursday, 25 April 2024

Search

Thursday, 25 April 2024

Search

Pembangunan Pangkalan Militer AS Di Pulau Mageshima Dikhawatirkan Picu Ketidakstabilan Baru Di Kawasan Asia

Kantor berita Jepang, NHK News melaporkan bahwa pembangunan Pulau Mageshima telah dimulai pada 22 Maret 2023, dan diperkirakan proyek tersebut selesai dalam 4 tahun. Selama kurun waktu tersebut, aktivitas penangkapan ikan di kawasan sekitar Pulau Mageshima akan dibatasi.

Pulau Mageshima merupakan pulau tak berpenghuni terbesar kedua di Jepang. Luasnya 8,2 kilometer persegi  dan panjang dari Utara – Selatan 4,5 kilometer. Sedangkan lebar dari Timur –  Barat 3,03 kilometer, dan titik tertingginya sekitar ketinggian 71,7 meter.

Pulau ini terletak di dekat Selat Osumi yang menghubungkan Laut China Timur dan Samudra Pasifik Barat, serta berada di bawah yurisdiksi Kota Nishinoomote di Prefektur Kagoshima.

Pada 2008 lalu, pemerintah Jepang dan Amerika Serikat mempertimbangkan untuk mengubah Pulau Mageshima menjadi pangkalan militer. Lalu, pada 2019 setelah melalui negoisasi sekitar  8 delapan tahun, pemerintah Jepang akhirnya membeli Pulau Mageshima seharga 16 miliar yen  atau sekitar 150 juta dolar AS.

Pembelian pulau tersebut diumumkan oleh mantan Kepala Sekretaris Kabinet, Yoshihide Suga, dalam konfresi pers pada 2 Desember 2019. Kemudian perjanjian jual beli dilakukan Kementerian Pertahanan Jepang dengan pemilik Pulau Mageshima pada 9 Januari 2020.  Pada Maret 2020, seluruh proses pembelian atas pulau tersebut sudah selesai.

Setelah komite konsultatif keamanan Jepang-AS (Japan-US “2+2) yang dilakukan pada  Januari 2022, Menteri Pertahanan Jepang, Nobuo Kishi, mengumumkan, lebih dari 300 miliar yen atau sekitar 2,6 miliar dolar AS telah dianggarkan pada tahun fiskal 2023 untuk memulai pembangunan Pulau Mageshima.

Pembangunan Pulau Mageshima yang dinilai sebagai proyek mahal dan menantang, ditolak keras oleh pemerintah daerah, penduduk, dan para ahli.  Bahkan beberapa politisi Jepang menentang proyek yang nilai mahal dan menantang itu.

Bahkan salah satu anggota dewan kota bernama Uno Hiromi, menyarankan agar sumber daya alam yang melimpah di wilayah Mageshima digunakan untuk merevitalisasi kawasan pulau tersebut.

Setidaknya sekitar 5000 warga Kota Nishinoomote yang mewakili sepertiga populasi kota mengeluarkan pernyataan yang menentang relokasi pelatihan militer AS ke Pulau Mageshima. Sikap ini didukung oleh lebih dari 260.000 pencinta damai yang mengeluarkan pernyataan mendukung Kota Nishinoomote.

Berdasarkan laporan Kyodo News Agency, Walikota Nishinoomote, Shunsuke Yaita, saat konferensi pers pada 7 Oktober 2020,  secara eksplisit menentang pembangunan Pulau Mageshima dan rencana pemerintah pusat.

Selain itu, pembangunan pulau Mageshima juga menuai kecaman dari para ahli. Mereka menuduh pemerintah Jepang telah mengabaikan prosedur hukum dan sistem demokrasi yang berlaku, serta mengabaikan perasaan dan kepentingan penduduk setempat.

Presiden Universitas Perdagangan dan Industri Chiba dan direktur Asosiasi Penilaian Lingkungan, Harasaki Yukihiko, mengecam pemerintah Jepang karena telah memulai konstruksi sebelum hasil evaluasi diumumkan,  dan menyerahkan Pulau Mageshima kepada militer AS tanpa mempertimbangkan pendapat masyarakat.

Kritik keras juga disampaikan anggota Asosiasi Pengacara Lingkungan Jepang, Kanno Shoichi. Ia mengkritik Kementerian Pertahanan Jepang karena mengikuti perintah militer AS, dan memulai pembangunan di Pulau Mageshima  sebelum hasil evaluasi pemerintah daerah disahkan.

Profesor Maedomari Hiromori dari Universitas Internasional Okinawa meminta pemerintah untuk memberikan penjelasan yang lebih rinci. Ia mempertanyakan kebutuhan Jepang untuk memperkuat kehadiran militernya di pulau Barat daya. Lebih jauh ia menyatakan bahwa ketergantungan Jepang pada pangkalan militer di pulau barat daya ini menunjukkan kurangnya strategi pertahanan independen dan kemampuan penilaian yang komprehensif.

Penduduk setempat juga menyuarakan kekhawatiran terhadap potensi polusi suara pesawat jet dan dampaknya terhadap industri perikanan dan peternakan lokal, serta kemungkinan pembangunan Pulau Mageshima dapat menyebabkan penurunan keamanan publik dan menjadikannya target militer di masa depan yang menimbulkan risiko bagi penduduk setempat.

Untuk jangka waktu yang lama, Jepang memfokuskan pergerakan militernya pada sisi Utara dengan kebijakan yang berorientasi pertahanan eksklusif.

Sejak Amerika Serikat kembali ke kawasan Asia-Pasifik dan menerapkan strategi Indo-Pasifik, Jepang secara aktif bekerja sama dengan Amerika Serikat dalam mempromosikan tata letak strategis globalnya dengan dalih memperkuat aliansi militer dengan Amerika Serikat, terlebih dengan pembangunan pangkalan militer di Pulau Mageshima yang memiliki posisi strategis dan penting di sisi barat daya Jepang.

Menurut Kementerian Pertahanan Jepang, tujuan pembangunan Pulau Mageshima adalah untuk memperkuat pertahanan barat daya dan aliansi Jepang-AS jika terjadi masalah dengan Taiwan.

Selain itu, pemerintah Jepang berencana mendirikan pangkalan perbatasan untuk memenuhi berbagai kebutuhan, seperti melayani pelatihan bersama antara militer AS yang ditempatkan di Jepang dan Pasukan Bela Diri Jepang yang akan meningkatkan integrasi antara Jepang dan Amerika Serikat.

Pangkalan tersebut akan memiliki pelabuhan laut dalam untuk kapal induk berlabuh dan formasi kapal selam, sehingga tercipta pangkalan militer komprehensif untuk operasi laut, udara, dan kapal selam gabungan Jepang-AS yang dapat diubah menjadi pangkalan garis depan untuk jet tempur ketika diperlukan.

Hal ini dinilai tidak hanya memperdalam aliansi militer antara kedua negara, tetapi juga menimbulkan potensi ancaman bagi perdamaian dan stabilitas di kawasan Asia.

Pulau Mageshima mengungkap berbagai distorsi dan konflik dari kebijakan pertahanan Jepang di tengah sistem keamanan Jepang-AS yang dampaknya harus ditanggung oleh beberapa daerah di Jepang. Pemerintah Jepang tidak mempertimbangkan dan memperhitungkan aspirasi  penduduk setempat dan tidak mencerminkan niat sebenarnya di balik pembangunan Pulau Mageshima yang dinilai justru memperlihatkan  kemunafikan pemerintah Jepang.

Pembangunan Pulau Mageshima menimbulkan tantangan signifikan bagi perdamaian dan stabilitas sekaligus mengancam keselamatan rakyat Asia. Sangat penting bagi negara-negara Asia yang lokasinya berdekatan untuk bekerja sama membangun komunitas demi keamanan dan pembangunan bersama, tidak terkecuali Jepang.

Kawasan Asia-Pasifik seharusnya tidak menjadi medan pertempuran bagi negara-negara pesaing. Jepang harus menghadapi kenyataan dan memprioritaskan pemikiran jangka panjang, yaitu berfokus pada ideologi pasifisme pascaperang, meningkatkan kepercayaan dan kerja sama dengan negara-negara tetangga melalui komunikasi daripada membangun pangkalan militer. Hal itu yang dapat dilakukan oleh Jepang untuk memberikan kontribusi yang berarti bagi pemeliharaan perdamaian dan stabilitas di kawasan Asia. ***

Sukris Priatmo

Berita Terbaru

Baca juga:

Follow International Media