Tuesday, 23 April 2024

Search

Tuesday, 23 April 2024

Search

LPS Tahan Suku Bunga Penjamin Tetap 4,25%

Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa.

JAKARTA – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memutuskan tetap mempertahankan tingkat bunga penjaminan simpanan untuk periode 1 Juni-30 September 2023. Besarannya sama dengan periode sebelumnya untuk bank umum, valas, dan bank perekonomian rakyat (BPR).

Dengan begitu suku bunga penjaminan untuk rupiah di bank umum tetap 4,25% dan suku bunga penjaminan di BPR tetap 6,75%. Suku bunga penjaminan untuk valas di bank umum juga tetap 2,25%.

“Rapat Dewan Komisioner LPS menetapkan untuk mempertahankan tingkat bunga penjaminan simpanan rupiah di bank umum dan BPR, serta simpanan valuta asing di bank umum,” kata Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa dalam konferensi pers virtual, Jumat (26/5).

Sebagai informasi, tingkat bunga penjaminan adalah batas maksimum tingkat bunga wajar simpanan perbankan. Keputusan untuk mempertahankannya demi menjaga momentum pemulihan ekonomi dan menjaga stabilitas sistem keuangan. “Untuk memberikan ruang lanjutan bagi perbankan dalam mengelola likuiditas, serta upaya sinergi kebijakan lintas otoritas,” lanjutnya.

Dalam menetapkan tingkat bunga penjaminan, LPS disebut telah memperhatikan arah pergerakan suku bunga simpanan di industri perbankan, ruang untuk intensitas persaingan yang sehat antar bank dalam menghimpun dana, serta mempertimbangkan faktor-faktor forward looking dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan nasional dan mendorong pemulihan ekonomi nasional.

“Kami mengimbau kepada pihak bank agar secara transparan menyampaikan kepada nasabah dan calon nasabah penyimpan mengenai tingkat bunga penjaminan yang berlaku saat ini,” imbuhnya.

Pada saat itu Purbaya juga menyinggung tentang risiko gagal bayar utang (default) Amerika Serikat (AS) yang bisa memberikan dampak positif maupun negatif terhadap Indonesia. “Memang dampak default AS akan signifikan, dalam pasar finansial utamanya,” kata Purbaya.

Lebih jauh ia  menjelaskan saat ini AS memiliki rating A+ dari lembaga pemeringkat S&P (Standard & Poor). Ketika suatu negara yang memiliki peringkat A+ mengalami default, maka peringkatnya akan turun.

Kondisi tersebut, kata Purbaya lagi, bisa menjadi celah bagi Indonesia. Indonesia, yang saat ini peringkatnya di bawah AS, bisa mengambil momentum untuk meminta S&P menaikkan peringkat sehingga bisa mendapatkan pinjaman dengan bunga yang lebih rendah lagi.

Skenario itu yang kemungkinan bisa menjadi dampak positif yang diterima oleh Indonesia dari risiko gagal bayar utang AS.

Adapun untuk sisi negatifnya, Purbaya melihat risiko gagal bayar utang AS akan memberikan guncangan di pasar finansial.

Meski begitu, kemungkinan dampaknya hanya sedikit atau tidak berlangsung lama. Sebab, sudah banyak negara yang mengurangi eksposur ke Dolar AS.

Pada sisi lain, Purbaya menduga AS bisa mencari alternatif secara politis dalam waktu singkat bila pada akhirnya mereka mengalami gagal bayar utang. Terlebih, tahun depan AS akan menggelar pemilihan umum (pemilu), sehingga bisa diduga pemerintah akan berhati-hati dalam upaya mengantisipasi risiko gagal bayar utang.

Purbaya menambahkan, bila mengikuti asumsi seperti itu untuk sektor riil, maka dampak ke perekonomian Indonesia juga akan relatif terbatas.

“Kalau ada pemain bonds, harganya jatuh, nanti juga akan naik lagi. Dari sektor riil, dengan asumsi seperti itu, maka dampaknya akan relatif terbatas, termasuk ke ekonomi kita,” ujar Purbaya.***

Vitus DP

Berita Terbaru

Baca juga:

Follow International Media