Thursday, 18 April 2024

Search

Thursday, 18 April 2024

Search

Bandung Raya Diminta Waspadai Kekeringan Selama Musim Kemarau

Ilustrasi- Bagian Sungai Citarum di daerah Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat, airnya menyusut pada musim kemarau.

BANDUNG- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meminta pemerintah daerah dan masyarakat di wilayah Bandung Raya, Jawa Barat, mewaspadai kemungkinan terjadi kekeringan selama musim kemarau tahun ini, yang diperkirakan lebih kering dari biasanya.
Menurut pejabat BMKG Stasiun Geofisika Bandung, fenomena El Nino dapat membuat musim kemarau berlangsung lebih lama dan lebih kering.
“Apabila El Nino ini terjadi, maka wilayah Jawa Barat akan termasuk pada wilayah terdampak El Nino di Indonesia, termasuk juga wilayah Bandung Raya,” kata Kepala BMKG Stasiun Geofisika Bandung, Teguh Rahayu di Bandung, Selasa (6/6).
El Nino adalah fenomena pemanasan suhu muka laut di atas kondisi normal di Samudra Pasifik bagian tengah.
Kondisi ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudra Pasifik tengah serta mengurangi curah hujan dan memicu terjadinya kekeringan di wilayah Indonesia.
Teguh menyampaikan bahwa El Nino dapat membuat musim kemarau berlangsung lebih lama dan lebih kering di wilayah Bandung Raya, yang mencakup Kota Cimahi, Kota dan Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Sumedang.
Jika musim kemarau berlangsung lebih lama dan lebih kering dari biasanya, maka akan ada peningkatan risiko kekeringan, kekurangan air bersih, kebakaran hutan dan lahan, hingga gangguan produksi pangan.
Oleh karena itu, masyarakat diimbau menyiapkan cadangan air dengan memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penampung air lain pada akhir musim hujan.
BMKG memprakirakan wilayah Bandung Raya memasuki musim kemarau antara Mei dasarian II hingga Juni dasarian I.
Teguh mengatakan bahwa beberapa pos pengamatan curah hujan sudah mendeteksi penurunan curah hujan di bagian wilayah Bandung Raya.
“Perlu dipahami bahwa musim kemarau tidak berarti hujan akan tidak terjadi sama sekali, tapi tetap terjadi namun dengan frekuensi dan intensitas yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan musim hujan dan masa peralihan,” kata dia.
Dia juga menyampaikan bahwa BMKG belum pernah mengeluarkan peringatan dini mengenai kondisi panas ekstrem karena menurut hasil pengamatan kondisi panas ekstrem belum pernah terjadi di wilayah Indonesia.
“Yang perlu dipahami adalah, pada musim kemarau tutupan awan akan lebih sedikit dibandingkan dengan musim hujan dan masa peralihan, sehingga sinar matahari akan lebih banyak mencapai permukaan bumi, yang menyebabkan cuaca terasa panas terik. Tetapi, suhunya tidak mencapai kategori ekstrem,” kata dia. ***

Prayan Purba

Berita Terbaru

Baca juga:

Follow International Media