Friday, 29 March 2024

Search

Friday, 29 March 2024

Search

Akademia Noto Negoro Gelar Webinar Bertajuk Lumbung Desa

YOGYAKARTA–Akademia Noto Negoro (ANN), Sabtu (4/3) menyelenggarakan webinar dengan tema ”Lumbung Desa.”

Tema ini dipilih karena sebagai sebuah early warning system pasca pandemi Covid-19 di mana dampaknya masih terasa sampai sekarang dalam segala bidang, terutama bidang ekonomi.

Pada tahun 2023 Pemerintah Pusat menyatakan sebagai tahun ”pemulihan, terutama bidang ekonomi” dan sekaligus tahun ”politik” menjelang Pemilu serentak.

Hasil dari webinar ini akan direkomendasikan kepada BPIP (Badan Pembina Ideologi Pancasila) dan calon kepala daerah yang akan ikut kontestasi Pemilu tahun 2024 yang akan datang.

Manfaat bagi BPIP adalah untuk institution building bagi warga negara Indonesia dan manfaat bagi calon kepala daerah untuk membuat ”kontrak politik” mendirikan ”LUMBUNG DESA” dengan rakyat pemilih.

Fungsi Lumbung Desa sebagai sarana untuk mengatasi masa-masa sulit hidup atau ”paceklik” dan untuk mewujudkan Sila V Pancasila, yaitu,”Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, yang dijiwai oleh Sila I, Sila II, Sila III dan Sila IV Pancasila.”

Pada webinar Lumbung Desa ini menghadirkan narasumber: Drs. Ajar Ajiharso, M.S dari Universitas Airlangga (Ajar) dan Dr. Aji Suradji Muhammad, S.Sos., M.Si. dari Magister Ilmu Politik, STPMD ”APMD” Yogyakarta (Aji). Sedangkan moderator adalah Dr.Drs.Djoko Siswanto Muhartono, M.Si. dari Universitas Hang Tuah dan sekaligus sebagai Wakil Ketua Akademia Noto Negoro.

Secara umum Ajar memberikan konsep bagaimana Pancasila dapat diterapkan dengan mewujudkan Lumbung Desa dalam makna ”gotong royong” di tengah-tengah masyarakat yang cenderung ke kapitalisme.

”Perwujudan Lumbung Desa di desa untuk membentuk lembaga semacam Komisi Desa, yang mensemaikan makna gotong royong,” jelas Ajar dalam webinar.

Gotong royong menurut Ajar berasal dari dekonstruksi pidato Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 dari Pancasila menuju Trisila dan berhenti pada Ekasila.

Ekasila inilah yang mengandung makna gotong royong. Konsep gotong royong memerlukan pemaknaan dalam konteks kemiskinan global akibat pandemi yang dimulai tahuhn 2019 dan berakhir tahun 2022.

Dengan demikian, tahun 2023 ini merupakan tahun pembelajaran hidup dari kejadian pandemi Covid-19 tersebut berdampak pada peningkatan angka kemiskinan, sehingga untuk antisipasi, maka masyarakat perlu dipersiapkan jika ada kejadian serupa yaitu masa ”paceklik.” ”Kata paceklik ini mengandung makna masa yang sulit untuk mendapatkan bahan makanan dan kebutuhan lainnya karena bencana alam termasuk masa pandemi covid-19 yang lalu,” demikian tegas Ajar.

Pada tahun 2023 inilah merupakan tahun pemulihan dari paceklik dan saat yang tepat untuk mensemaikan kata gotong royong di masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan.

Pada pemaparannya, Ajar mengutip pidato Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 tentang gotong royong, adalah sebagai berikut: ”Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya, satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan Gotong Royong. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong-royong! Alangkah hebatnya! Negara Gotong- Royong!

Gotong-royong adalah paham yang dinamis, lebih dinamis dari “kekeluargaan” Saudara-saudara! Kekeluargaan adalah suatu faham yang statis, tetapi gotong-royong menggambarkan suatu usaha, suatu amal, suatu pekerjaan, yang dinamakan anggota yang terhormat Soekarjo satu karyo, satu gawe. Marilah kita menyelesaikan karyo, gawe, pekerjaan, amal ini, bersama-sama! Gotong-royong adalah pembanting tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan Bantu-binantu bersama.

Selanjutnya dinyatakan bahwa pembudayaan ideologi Pancasila pada momentum krisis Covid-19 adalah tinggal selangkah lagi yaitu mewujudkan masyarakat gotong royong.

Dalam rangka mempercepat pelembagaan nilai-nilai Pancasila yang secara nyata diwujudkan secara masif, Ajar mengusulkan agar dibentuk segera suatu Komisi Pelaksanaan Pancasila Pembangunan Masyarakat Gotong-Royong (KP3MGR), secara hirarkhi mulai dari tingkat desa, kabupaten, provinsi sampai dengan nasional.

Sedangkan narasumber kedua memberikan materi yang terkait dengan Lumbung Desa, Aji menyatakan adanya nilai yang melandasinya, sebagai modal sosial (social capital), yaitu: (1) trust; (2) kebersamaan; (3) transparansi; dan (4) demokrasi.

Dari pemaparan dan diskusi yang berlangsung, maka dapat disimpulkan secara garis besarnya, yaitu: (1) Adanya transformasi nilai Lumbung Desa untuk menghadapi masa paceklik atau normal, dengan gotong royong; (2) Dalam rangka mempercepat pembangunan Lumbung Desa, peran suatu Komisi Pelaksanakan Pancasila Pembangunan Masyarakat Gotong Royong (KP3MGR) perlu dibentuk di tingkat desa, kabupaten, provinsi, sampai nasional, bekerja sama dengan BPIP. dsm23

Sukris Priatmo

Berita Terbaru

Baca juga:

Follow International Media